Google
 

Wednesday, August 20, 2008

MENGENAL SIRIH-SIRIH HEBAT


Tanaman dengan ciri khas daun berbentuk hati dan tumbuh merambat ini mengandung segudang khasiat. Mulai gatal pada kulit sampai yang terbilang menakutkan seperti diabetes dan kanker. Sirih (Piper betle) termasuk tanaman “bandel” karena kemampuannya bertahan dalam kondisi lingkungan yang kurang optimal. Diletakkan di dalam rumah atau kepanasan di halaman tak jadi masalah baginya. Perbanyakannya pun cukup dengan menggunakan setek, potong tangkainya lalu ditanam. Hal terpenting bagi pertumbuhan sirih hanyalah kecukupan air. Di sisi lain, sirih ternyata mempunyai banyak kerabat. Seperti yang diungkapkan Harini Bambang Wahono, pecinta tanaman obat di bilangan Cilandak, Jakarta. Bila sebagian orang kebanyakan hanya mengenal sirih hijau, maka ia mengoleksi beragam sirih, seperti sirih merah, sirih hitam, sirih kuning, sirih kedaton, sirih hutan, sirih manila, sirih belanda, dan sirih liar atau suruan. Rupa dan Manfaat Berbeda Bukan saja rupa yang berbeda, manfaatnya pun berlainan. Ambil contoh sirih hijau dengan ciri daun berwarna hijau dan permukaan daun licin. Umumnya masyarakat merebus beberapa helai daun sirih hijau dan memanfaatkan air rebusannya untuk mengatasi gangguan jerawat, sariawan, sakit gigi, sakit mata sampai masalah kewanitaan. Sirih hijau juga biasa digunakan langsung untuk mengatasi mimisan, bisul, eksim, dan luka bakar. Lain halnya dengan sirih merah. Menurut Harini, sirih yang daunnya berwarna merah ini mampu menjinakkan keluhan yang lebih berat, seperti diabetes, kanker, hipertensi, batu ginjal, hepatitis, dan ambeien. Caranya, “Ambil satu genggam daun sirih merah, lalu rebus dengan dua gelas air. Minum pagi dan malam dengan telaten,” ujar penerima Kalpataru 2002 atas dedikasinya terhadap lingkungan hidup ini. Hari ini menambahkan, selain sebagai tanaman obat, sirih merah juga diburu para hobiis tanaman hias. Maklum, daunnya yang tersusun atas kombinasi warna hijau dan merah dengan motif putih di setiap tulang daunnya terlihat cantik. Sedangkan pada bagian bawah daun seluruh sisi terisi warna merah. “Harganya cukup mahal, sekitar Rp10.000 per helai. Mahal karena indah dan khasiatnya hebat,” komentarnya. Berbeda lagi sirih hitam. Dengan warna daun hijau tua kehitaman, sejumlah literatur menyebutkan sirih ini berkhasiat lima kali lebih dahsyat dibandingkan sirih merah. Namun, pernyataan tersebut masih sebatas kesaksian empiris dan perlu pendalaman medis lebih lanjut. Selain itu, sirih hitam sering dikaitkan dengan dunia klenik. Para dukun menggunakannya untuk melengkapi sesajen saat mereka berpraktik. “Taruh sirih hitam di depan rumah, jika ada roh jahat masuk dia akan berbelok dan nggak jadi masuk kerena takut sama sirih hitam,” canda Hartini Pembina Kelompok Tani Perkotaan “Dahlia” itu punya pengalaman unik dengan sirih hitam. Suatu saat di kawasan rumahnya hujan deras dan petir saling bergantian bersambaran. Kebetulan rumah salah satu anggota kelompoknya tampak tersambar petir. Namun anehnya rumah tersebut tidak rusak sedikit pun, tapi tanaman sirih hitam yang berada di depan rumahnya mendadak mati. Saat dilihat, tangkainya patah dan gosong terbakar. Aneh tapi nyata,” ungkap nenek 77 tahun ini Sedangkan sirih belanda dipercaya sebagai sirkulator udara dalam ruangan. Beberapa penelitian menyebutkan, sirih dengan ukuran daun lebih besar dari jenis lainnya ini efektif menyerap formalin dan benzena. Dalam sehari, sirih belanda mampu menyerap 54% dari total benzena 0,156 ppm. Untuk formalin, dari 18 ppm dapat dihilangkan sebesar 67%. Selain itu, karbon monoksida sebesar 113 ppm dapat dilenyapkan hingga 75%. Hebat ya, manfaat tanaman sirih ini. Anda tertarik memeliharanya? Selamet Riyanto/AGRINA

Readmore...

Vascular Streak Dieback disease of cocoa (II) Diagnosis on cutting

Diagnosis to identify VSD fungus (Oncobasidium theobromae) on cocoa plants is indispensable. An experiment to identify the fungus on cuttings derived from infected twig and leaves has been rarried out at hte Research Institute for Estate Crops in Jember, Indonesia. The results showed that the VSD fungus could be identified only on cuttings prepared from infected twig. The mycelium grew out from the injured parts, i.e. leaf scar and cut sides of twigs and leaves. The fungus has covered all of the cuttings on the third day of incubation. The growth of fungus on leaf cuttings was slower than that on twig cuttings with trimmed leaves. It is concluded that cuttings prepared from infected twig could be used to identify O. Theobromae. Sri Sukamto, Yohanes Djoko Junianto; Balai Penelitian Perkebunan Jember

Readmore...

PENAMPILAN EKSOTIS SANG NAGA DI POT


Tanaman satu ini belakangan makin digemari. Konon, buahnya punya khasiat menyembuhkan banyak penyakit. Selain itu, penampilannya di pot pun tak kalah menawan dibanding tanaman hias. Penampilannya, jelas memang menarik. Bulat mengerucut dengan batang segitiga yang tak lazim. Biasanya, segi empat atau malah banyak segi. Tubuhnya dihiasi duri, meski pendek dan tidak mencolok. Sepintas, mirip kaktus. Bobot tubuhnya lumayan, per buah mencapai setengah kilo. Di mal atau supermarket, ia biasa dijual sekitar Rp 20 ribu sampai Rp 25 ribu per kilo. Rasanya manis segar, sedikit asam. Ada pula yang mengaitkannya dengan mitos, katanya ia mampu menurunkan kadar gula darah dan kolesterol. Akhir-akhir ini, ia juga mulai dimanfaatkan sebagai tanaman hias berbuah yang ditanam di pot. Namanya buah Naga. Mungkin ada yang masih asing. Maklum, di samping relatif baru di Indonesia, yakni sekitar awal 2000-an, belum banyak orang yang mengusahakannya. KENAPA NAGA? Negeri asalnya Meksiko, Amerika Selatan. Tahun 1870, seorang pemburu tanaman dari Perancis membawanya ke Vietnam. Ternyata, bisa tumbuh baik. Bahkan, orang Vietnam yang menganut budaya Cina amat tertarik pada buah itu, lalu menamakannya thang loy. Artinya, buah naga. Nama itu kemudian di-Inggris-kan menjadi dragon fruit. Kenapa dinamakan buah naga? Mungkin karena batangnya yang memang menjulur berwarna hijau, mirip tubuh naga. Bicara soal naga juga tak luput dari budaya Cina. Tak heran, saat perayaan Imlek, buah ini diserbu mereka yang merayakannya. Bahkan, ada yang meletakkannya di antara 2 ekor patung naga hijau di atas meja altar. Mereka beranggapan, buah naga bisa membawa berkah. Tanaman ini juga disebut night blooming cereus. Ia berbunga hanya semalam (one night only). Saat panjang sekitar 30 cm, kuncup bunga biasanya akan membuka. Sekitar pukul 9 malam, mahkota bunga bagian luar yang berwarna krem tampak mekar. Di tengah malam, pukul 00.00, mahkota bagian dalam yang putih dan benangsari kuning akan bermekaran dan memancarkan aroma harum. Bau ini biasanya mengundang datangnya kelelawar, yang ternyata punya tugas menyerbuki bunganya. Dari bunga lalu jadilah buah. Bulat mengerucut, berkulit tebal 2-3 cm, dan, ini yang khas, di permukaan kulit buah terdapat jambul-jambul 1-2 cm. Petiklah buah itu, cuci bersih, lalu letakkan di atas piring. Belah jadi dua bagian, lalu ambil sendok untuk mengeruk daging buahnya plus biji hitam yang kecil-kecil itu. Hmm segar dan manis rasanya, meski agak asam. MENJADIKAN NAGA SEBAGAI TAMBULAPOT Semula, tanaman buah Naga dimanfaatkan sebagai tanaman hias. Ini mengingat ia masih sebangsa dengan kaktus. Tak heran bila kini ia juga diupayakan sebagai tanaman hias, yang ditanam dalam pot. Jadilah, tabulampot yang benar-benar eksotik. Bagaimana cara menciptakan tabulampot buah Naga? Langkah pertama, sediakan pot. Pilih pot dari tanah liat berdiameter sekitar 40 - 50 cm. Setelah itu, sediakan tiang panjatan. Pilih yang kuat dari besi beton berdiameter 8 - 10 cm. Buatlah tiang setinggi 200 cm. Seluruh tiang panjatan diberi sabut kelapa yang diikatkan. Bagian bawah tiang dibuatkan kaki-kaki tiang. Panjang kaki tiang 35 cm, dibentuk trapesium dengan ukuran 30 cm. Setelah itu, pulas dengan aspal agar tak gampang keropos. Bagian atas tiang dibuatkan piringan diameter 40 cm, sementara bagian tengahnya diberi besi dipasang bersilang. Pada pertemuan silangan, beri besi tegak lurus sepanjang 30 cm, yang nantinya dimasukkan pada bagian ujung tiang. Seperti biasa, sediakan pula media tanam berupa campuran tanah, pasir, bubuk bata merah, pupuk kandang, dan kompos (1 : 2 : 2 : 3 : 1). Campur merata, masukkan ke dalam pot hingga 80 persen volumenya. Tambah dolomit 100 gram/pot dan pupuk Hortigo 20 gram/ pot. Siram sampai basah, biarkan semalam. Sebaiknya, beli bibit dari penangkar tanaman buah naga. Pilih bibit stek batang sepanjang 60 cm dengan diameter 7 cm. Setelah itu, buat 3 lubang tanam dalam pot dengan kedalaman 10 cm dan diameter 6 cm. Setelah ditanam, tekan media di sekitar bibit agar padat. Berilah air, dan ikat bibit tersebut agar tidak mudah roboh. Basahi permukaan media dengan sedikit air. Usahakan jangan sampai air menggenangi pangkal batang. Sebab, pangkal batang peka terhadap genangan air, dan bisa mematikan. Langkah terakhir, letakkan buah Naga di pot di lokasi yang mendapat sinar matahari, terutama pada pagi hari. Tak lama, Anda pun akan menikmati indahnya tabulampot buah Naga. Mungkin itu yang membuatnya jadi makin dicari orang.***Nova

Readmore...

The good news is that planting flower bulbs is fast, easy, and nearly foolproof.

One reason bulbs are so beloved of both beginner and master gardeners is that, with so few issues to consider, gardeners can put all their effort into the fun part of gardening — design. * When the bulbs arrive. Bulbs should be planted as soon as the ground is cool. In most parts of the country, this would be around the time of the first frosts, when evening temperatures average between 40° to 50° F. But you should plant at least six weeks before the ground freezes. You can, if necessary, store bulbs for a month or longer, if you keep them in a cool dry place. When in doubt, however, the bulbs belong in the ground. They won’t last till next season. * Read the label. And keep the label together with the bulbs until planting. Without the label, you can’t tell the red tulips from the white ones just by looking at the bulbs. * Where to plant. You can plant bulbs just about anywhere in your garden — so long as the soil drains well. The Dutch say, "bulbs don’t like wet feet." So, avoid areas where water collects, such as the bottom of hills. Bulbs also like sun. But the spring garden is very sunny — the leaves aren’t on the trees yet. Get creative! * Prepare the planting bed by digging the soil so it’s loose and workable. If it’s not an established garden bed, chances are the soil could use the addition of some organic matter such as compost or peat moss. These are available at most local garden retailers. * Plant the pointy end up. That’s about all you need to know. It’s easy to spot the pointy end of a tulip. Tougher with a crocus. But in most cases, even if you don’t get it right, the bulb flower will still find its way topside. * Plant big bulbs about 8-inches deep and small bulbs about 5-inches. * No fertilizer is necessary for the first year’s bloom. Bulbs are natural storehouses of food. They don’t need anything to flower the first year. For bulbs that are intended to naturalize or perennialize (return for several years) or for bulbs that are coming into their second year, spread an organic fertilizer such as compost or well-rotted cow manure, or a slow release bulb food on top of the soil. * If you do fertilize, never mix fertilizer in the planting hole. It can burn the roots. Also don’t follow the old adage of adding bone meal. Modern bone meal adds little nutritional value. It can also encourage pests and even dogs to dig up your bulbs looking for bones! * Plant bulbs in clusters. Don’t plant one bulb alone, or make a long thin line along the walk. Clusters give a concentration of color for greatest impact. Even if you don’t have enough bulbs for a big bed, small clusters can make a super spring show. * Plant low bulbs in front of high. This is a good general rule for bulbs that bloom at the same time. Our website will give you the height of the plant and it’s approximate flowering time. Of course there are times to break this rule. For example if the low growing bulbs bloom early and the tall bulbs bloom late, plant the tall in front. Their display will camouflage the dying foliage of the smaller bulbs! * Try a double-decker effect. You can plant small bulbs in a layer right on top of large bulbs. If you plant bulbs that flower in the same period you can create an interesting double-decker effect (picture bright pink tulips blooming above cobalt blue Grape Hyacinths). Or you can stagger the bloom time by planting mid- and late-season bloomers together, creating a spring display that blooms in succession, for a whole season of color! In the end, what you do with spring bulbs is limited only by your imagination. A few hours one brisk autumn afternoon can yield months of colorful excitement in your yard or garden next spring.

Readmore...

Hookeri Hijau Mini


Keindahan Varian Berstang Pendek . Sosok yang minimalis, semakin kecil – semakin dicari. Istilah itu mungkin cocok untuk menjelaskan fenomena pecinta tanaman hias saat ini. Bagaimana tidak, segala daya upaya sering dilakukan untuk membuat tanaman kerdil, seperti yang telah dilakukan pada bonsai. Dan sepertinya, hal ini juga terjadi pada anthurium, tanaman fenomenal. Pada dasarnya, tidak semua jenis anthurium yang pertumbuhannya ‘irit’ disukai oleh pengagumnya. Jenis jenmanii misalnya, varian ini umumnya memiliki tingkat pertumbuhan yang relatif lamban. Itu jika dibandingkan dengan jenis hookeri dan gelombang cinta (gelcin). Untuk itulah, memiliki jenis ini dengan ukuran raksasa dan urat daun yang sempurna adalah gengsi tersendiri bagi sang pemiliknya.Namun bagaimana dengan gelcin dan hookeri? Kedua jenis ini menempati peringkat pertama dan kedua jika dibandingkan saudara bungsunya jenmanii dalam hal perbanyakan dan pertumbuhan. Seringnya kedua jenis tumbuh dengan cepat dan besar, membuat banyak pencintanya kini lebih melirik jenis dengan sifat menyimpang yang umumnya selain warna, juga dilihat dari kecepatan tumbuh yang lambat atau jika boleh memakai istilah bonsai pada anthurium.Seperti halnya salah satu koleksi hookeri pebisnis di Surabaya yang satu ini, Ahmad Nur Hadi (karyawan, red). Ukurannya yang tak biasa, membuat jenis hookeri dengan tinggi tak kurang dari 40 cm di usianya yang lebih dari 1,5 tahun ini sempat ditawar hingga Rp 4,5 juta. Itu jelas harga fantastis, mengingat jenis ini paling mahal dihargai Rp 2 juta dengan usia yang sama.Panjang batang dengan daun yang lebar adalah ciri paling sering didapati dari jenis hookeri hijau, terutama jika jenis ini sudah menginjak usia satu tahun lebih. Biasanya jika mendapat nutrisi yang benar, maka jenis ini akan tumbuh dengan liar dan dengan tidak didukung lingkungan yang benar, maka batang pun tumbuh kian panjang dan jauh dari kesan rouset.Demikian sekilas gambaran hookeri hijau yang banyak kita jumpai di setiap pameran bunga. Secara umum, jenis ini sering dihargai rata-rata Rp 1 juta untuk ukuran dewasa dan belum bertongkol. Namun berbeda dengan kondisi jenis yang satu ini. Bentuknya semi oval – sedikit memanjang.Sepintas, bentuknya mengingatkan kita pada jenis garuda. Hanya lipatan khas yang biasa ada di pangkal daun garuda, tidak dimiliki jenis hookeri yang satu ini. Ia berbatang pendek, dengan pola tumbuh daun yang rouset. Mungkin Anda akan heran, jika jenis yang satu ini adalah anthurium jenis hookeri hijau. Ahmad yang merupakan karyawan sebuah nurseri besar di Surabaya ini, mengaku kalau hookeri rawatannya ini sering menyita banyak mata orang yang melihat, baik itu saat dipajang di nurseri maupun saat diboyong ke setiap pameran. Bahkan tak hanya mereka yang suka anthurium, beberapa kali koleksinya ini sempat menarik minat juri untuk memberikan gelar dalam kesempatan beradu cantik anthurium. [adi] Rahasia di Balik Batang MiniPada bonsai, ada istilah pruning batang dan akar. Tujuannya, untuk menjaga ukuran tanaman, sehingga tetap mini. Pada sansevieria, ada proses pembatasan akar dengan membuat media tanam dengan bahan tertentu, sehingga akar sulit berkembang. Dan di dunia adenium, kita mengenal magic dragon yang siap membuat daun dan ukuran tanaman jadi kerdil.Lalu, bagaimana dengan anthurium? Pada dasarnya, menurut Ahmad, membuat kerdil itu susah-susah gampang. Sebab, terkadang tanaman ini tak membutuhkan perawatan tertentu untuk menjaga ukuran agar tetap tamping, terutama pada jenis hookeri yang umumnya memiliki stang panjang.Ahmad mengatakan, jika kita sudah mengenal sifat dan kebutuhan anthurium, maka cara ini paling mudah dilakukan oleh siapa saja. Biasanya, permainan cahaya, lingkungan, dan suhu adalah kunci yang bisa membuat hookeri bisa tampil menawan dengan ukuran mini. Permainan cahaya yang dimaksud Ahmad adalah pemenuhan kebutuhan sinar ultraviolet (UV). Itu untuk proses fotosintesis hookeri agar cukup, tidak berlebih atau tidak sampai kekurangan.“Jika kekurangan, batang akan tumbuh memanjang, sampai daun mendapat paparan sinar matahari yang cukup. Sedangkan jika kebanyakan, akan berakibat buruk pada daun yang akan mengalami gosong,” ungkap Ahmad.Ukuran paparan sinar UV yang sesuai pada hookeri yang akan dibuat mini pada dasarnya sama dengan kebutuhan sinar jenis anthurium yang lain, yaitu sekitar 20% - 40% dari sinar matahari secara keseluruhan. Kedua adalah faktor lingkungan. Dalam membuat lingkungan yang ideal, usahakan untuk tidak menumpuk angin pada satu sisi.Caranya, membuat ventilator bekerja dalam mengatur angin, sehingga muncul jalur satu arah. Umumnya, gerak angin yang sesuai adalah dari samping menuju atas. Namun pemanfaatan kecepatan angin sebaiknya juga diatur, jangan terlalu cepat dan kuat, juga jangan terlalu lemah. Sebab, jika terlalu cepat daun tidak akan rouset.Dan sebaliknya – jika angin lemah – maka hookeri akan mudah menderita dehidrasi dan rawan sakit. Dan cara terakhir untuk membuat hookeri tetap kerdil dan terlihat sehat adalah dengan menstimulasi suhu ruangan mendekati daerah dataran tinggi. Umumnya, anthurium suka dengan lingkungan dengan suhu antara 22-25 0C.Selain bisa menggunakan lantai bata atau lebih mudahnya dengan air conditioner (AC), cara lain juga dapat diadopsi dari perawatan anggrek, yaitu dengan menggunakan penyemprot spray otomatis. Selain penerapan luar - dalam hal kebutuhan nutrisi – sebaiknya juga dijaga. Seperti pada anthurium yang lain – hookeri – terutama hookeri hijau (yang sering tumbuh dengan batang dan daun bongsor), memerlukan phospor dan kalium tinggi.Jika perawatan benar dan pemberian nutrisi tepat, jangan heran jika jenis hookeri yang sering tumbuh liar dan jauh dari indah ini, bisa tampil ideal dengan daun minimalis yang rouset. Selamat mencoba. [adi]

Readmore...

Determination of minimum plot size of Robusta coffe field experiment

An experiment to determine the minimum plot size of Robusta coffee field trial has been conducted. The Randomized Complete Block Design with four treatment levels was used for this purpose. Plant height, stem girth, and number of primary branches were taken as growth variable, whereas weight of coffee cherries at the second harvest was used as yield variable. A regression equation based on power function was made to describe the relationship between plot size and error variance. The results showed that when plant got older, the habitus got more homogeneou. The optimum plot size to observe the growth parameters of Robusta coffee is different depending on the size of the plant. If the coefficient of variation is 10 percent, a plot size of 9-26 trees is optimum for observation done at four months after planting. The value become 7-14 tress and 3-5 trees at 10 month and 16 month observations respectively. As regards the yield, the optimum plot size is the one consisting of 14 trees. Suryo Wardani, Winaryo, Soenaryo; Balai Penelitian Perkebunan Jember

Readmore...

Manfaat dan kepopulerannya buah lemon

MESKI berukuran kecil, buah ini memiliki manfaat yang tidak mungil. Industri farmasi, kosmetik, sampai rumah tangga membutuhkannya. Sayang, ia sangat jarang menampakkan diri di pasaran. Pada umumnya, lemon-lemon — seperti sitrun, rough lemon, lemon hitam atau lemon madura — memang berukuran mini. Sementara bagi para aktivis dapur yang biasa mengolah sajian ikan, lemon cui bukanlah barang asing. Pasalnya, selain berfungsi mengusir bau amis, jeruk mungil ini juga bisa memberi aroma penggugah selera makan. Seperti jeruk pada umumnya, lemon cui kaya akan vitamin C dan kalsium. Istimewanya, pohon lemon ini begitu produktif dan mampu berbuah sepanjang musim. Ia berbentuk bulat kecil, seukuran jeruk nipis dengan cita rasa sangat asam. Ketika masih muda berwarna hijau gelap. Setelah tua, kulit buah jadi lebih halus dan lunak menyerupai jeruk siam medan berukuran mini, sedangkan warnanya menjelma jadi kekuning-kuningan. Daging buah berair banyak dengan keharuman cukup tajam dan tahan lama. Karena aromanya itulah, orang Madura kerap mengolah lemon cui jadi pengharum ruangan tradisional. Perasan jeruk kecil ini juga bisa dimanfaatkan untuk campuran air ketika mencuci rambut. Hasilnya? Rambut lebih licin berkilat dan tidak kusam. Selebihnya, seperti jeruk nipis, bila perasannya dicampur sesendok kecap, mampu mengusir batuk dengan cepat. Batang lemon cui bercabang dan beranting banyak. Jika dibiarkan tumbuh lepas, cabang dan rantingnya akan menjulang tidak beraturan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemangkasan. Batangnya yang berwarna gelap sama sekali tidak berduri, sedangkan daunnya yang cenderung menghadap ke atas berukuran 2-3 cm dan lebar 1-2 cm. Warna hijau tua dengan bentuk membulat. Selain berguna untuk pengolahan sajian yang terbuat dari ikan, lemon cui juga bisa diolah jadi minuman jeruk segar atau lemon tea. Ia sangat pas untuk mengusir rasa dahaga sekaligus penyegar tubuh yang kelelahan. Kalau begitu, mengapa kita tak mencoba menanamnya sendiri? Tumbuhan ini sangat manis dijadikan tabulampot (tanaman buah dalam pot). Ketika berbuah lebat, penampilannya benar-benar tidak mengecewakan. Persiapan tanam Bibit lemon cui dapat diperoleh dari penangkar bibit buah-buahan. Bibit tersebut bisa berasal dari perbanyakan vegetatif, entah okulasi, cangkokan, maupun sambungan. Ukuran pot harus disesuaikan dengan besar kecilnya tanaman. Media tanam yang digunakan adalah tanah kebun yang subur. Bisa juga campuran tanah, pasir, dan pupuk kandang (1:1:1). Sebelum menanam bibit, tutuplah lubang dasar pot dengan pecahan genteng, lantas lapisi atasnya dengan kerikil dan pasir secukupnya. Kemudian masukan media tanam tadi dengan volume sepertiga saja. Kemudian, pangkaslah sebagian akar bibit lemon cui. Jangan sampai ada akar tunggang yang terlalu panjang. Letakkan bibit di tengah-tengah pot, kemudian isi media tanam lagi. Siramlah dengan sedikit air agar tanah memadat. Tabulampot lemon cui membutuhkan sinar matahari. Kebutuhan penyinarannya setiap hari sekira lima jam. Oleh karena itu, letakkan tabulampot pada posisi yang tidak terlalu teduh lalu lakukan penyiraman secara teratur. Jika tabulampot lemon cui sudah berumur 3-4 tahun, sebaiknya lakukan repotting. Caranya, pangkas lebih dulu cabang tanaman sebanyak sepertiganya. Biarkan tanah mengering selama 2-3 hari, tanpa melakukan penyiraman. Angkat tanaman dan buang sebagian tanahnya. Jangan lupa, siapkan pot baru yang ukurannya lebih besar dan — tentu saja — media tanam baru. Isi pot dengan tanah pengganti, lalu tanamkan lemon cui sekali lagi. Agar tumbuhan mungil ini mampu berbuah produktif, lakukan pemupukan setiap empat bulan sekali. Pada umur empat bulan pertama, taburkan NPK sebanyak 25 gram per tanaman. Lantas, sesuai dengan bertambahnya umur tanaman, dosis pupuknya bertambah jadi 50 gram, 100 gram, 400 gram, dan seterusnya. Selain pemupukan, lakukan pula pemangkasan. Di samping untuk meningkatkan produktivitas buah, pemangkasan juga dimaksudkan untuk mempercantik penampilan. Idealnya, proporsi perbatangan tabulampot lemon cui adalah 1, 3, dan 9 yang akan menghasilkan 27 cabang atau ranting tersier. Artinya, satu batang pokok setinggi 50-100 cm hanya memiliki tiga cabang primer yang posisinya berimbang (panjang cabang primer 30-50 cm) dan sembilan cabang sekunder. Dengan demikian, cabang atau ranting lainnya dibuang saja. Pembuahan akan terjadi pada ranting-ranting tersier. Hama ulat Lemon cui jarang terkena penyakit dan nyaris bebas hama. Kalaupun ada, satu-satunya pengganggu hanyalah ulat papilio. Binatang lunak ini menyerang daun muda dan tunas yang sudah berdaun. Sangat menjengkelkan jika dibiarkan begitu saja, tingkat serangan si ulat bisa menghebat dan hanya menyisakan kerangka tulang daun. Akibatnya, tanaman jadi gundul total dan akhirnya mati. Ketika masih muda, ulat ini berwarna cokelat. Ia berubah wujud jadi hijau bergaris putih, saat dewasa dengan panjang 50-60 mm. Untuk pengendaliannya, penanam perlu mengamati kondisi tabulampot ini secara teratur. Jika menemukan 1-2 ulat papilio, bisa langsung dihabisi. Namun, kalau jumlahnya banyak dan serangan tergolong akut, bisa dibasmi dengan insektisida. Akan tetapi, sebaiknya tetap waspada saat melakukan penyemprotan, jangan sampai terkena buahnya. Orang bilang, kepopuleran buah imut ini tengah menanjak, lantaran mulai menyaingi jeruk nipis. Para peneliti juga mulai memikirkan pengembangan lemon cui tanpa biji. Tak heran, berbagai kelebihannya memang bisa menggugah selera pasar buah sekaligus menjadikannya sebagai komoditas unggulan. Terlebih, iklim Indonesia cukup sesuai untuknya. Jadi, tunggu apa lagi? .Sumber : Pikiran Rakyat

Readmore...

Study on growth characteristics of Robusta coffe generated from seddling, grafting and cuttings

An experiment to study growth characteristics of three different planting materials of Robusta coffee generated from seedling, grafting and cuttings has been conducted at Kaliwining Experimental Garden of the Research Institute for Estate Crops of Jember. Four cultivars namely BP 254, BP 288, BP 358 and BP 409, were used in this experiment. The results showed that the number of primaries and width of canopy of plants generated from cuttings were greater than those of the other planting materials. As regards stem diameter and plant height no significant difference were observed between treatments. Plants generated from cuttings showed a more homogeneous growth. Growth of stem diameter and height of plants generated from grafting were lower than the other two planting materials while the number of primaries and width of canopy were not significantly different from those generated from seedling.

Readmore...

Harmonia octomaculata (F). as a predator of Leucaena psyllied

An insect species which belong to Coccinellidae has been found assosiated consistently with the leucaena psyllid, Heteropsylla spp. in East Java. Laboratory observation proved that both larvae and adults of this insect are predators of Heteropsylla spp. The insect was identified as Harmonia octomaculata (Fabricius) (Coleoptera, Coccinellidae). Soekadar Wiryadipura, Nano Priyatno dkk.; Balai Penelitian Perkebunan Jember

Readmore...

Efficiency of ornamental plants cultivation.

Review on efficiency of ornamental plants cultivation is to inform on ornamental plants management especially on efficiency of seed management, fertilizer application, growing media, and plant ecology. Research results showed that the best plant performance and flower quality of chrysanthemum were obtained in cyclic lighting pattern of (7,5 light-22,S dark) 8 X and light intensity of 40 lux. The sliced corm with 20 - 40 g could reduced 50% seed of gladiolus. Application of fertilizers 22,5 kg N/ha in the row placement could reduced 350-550 kg N/ha. Chip budding of rose since cutting preparation could benefit on time efficiency. Nitrogen application every two months on Jasmine resulting flower production pattern with sharp fluctuation compare every three and four months. Coconut fiber, the compost of empty fruit bunches of oilpalm, rice husk, compost of bamboo leaf, sugarcane bagasse, and cocoa husk, were efficient media alternate for orchids, pot plant, and cut flowers. Sri Wuryaningsih and Toto Sutater.

Readmore...

TaBuLamPot : Solusi Pas di Lahan Terbatas

Sinar Harapan, Cibinong – Keterbatasan lahan tak mesti mengekang hobi pertanian. Sebagian pehobi coba kutak-kutik. Mereka tetap melakukan hobi berkebun walau ruang yang tersedia tak cukup luas. Jangan sebut kata luas, tapi pas-pasan. Lewat sebuah kebetulan, muncul alternatif baru untuk menjawab kelangkaan lahan tadi. Dari situ, pilihan tempat untuk menanam tak lagi terbatas di lahan terbuka, macam pekarangan atau kebun, namun sudah merambah pada media pot. Inilah yang disebut tanaman buah dalam pot atau yang di kalangan pehobi disebut ”tabulampot”. ”Tanbulampot memang dikenal sebagai solusi bertani bagi orang-orang kota. Dengan lahan sempit, orang-orang kota itu ingin bisa menikmati buah dari pohon yang mereka tanam,” ungkap Lily Turangan (57), salah seorang pehobi tanaman di bilangan Cileungsi, Kabupaten Bogor. Ibu yang mengaku cinta tanaman sejak usia sekolah dasar ini amat tergila-gila dengan tanaman buah dalam pot. Buktinya, ia tak cuma menanam pohon buah dalam pot saja tapi ikut mengembangbiakkan tanaman itu.Menurut Ir. Joesi Endah, penggemar tanaman yang juga konsultan pertanian, budi daya sistem tanaman buah dalam pot tak hanya melahirkan solusi bertani bagi orang kota atau pemilik lahan sempit, namun juga mengandung kolaborasi antara teknologi pertanian dan nilai estetika.Awalnya, cara bertanam di dalam pot hanyalah sebagai kegiatan iseng beberapa penangkar buah. Ini dilakukan karena bibit tanamannya tak banyak yang laku terjual. Kejadian ini berlangsung pada awal delapan puluhan. Saat itu, urusan jual-beli bibit tanaman buah belum semeriah sekarang.Khawatir bibit yang tak laku tumbuh terus, para penangkar itu nekat menanamnya dalam pot. Perawatan yang dilakukan pun tak jauh beda ketika bibit itu ditanam di tanah lapang. Hasilnya, sungguh di luar dugaan. ”Mereka bisa tetap mendapat buah. Bahkan lebih rajin berbuah dan tanamannya mudah didapat,” kata Joesi, insinyur pertanian jebolan Institut Pertanian Bogor (IPB).Ada sejumlah keuntungan bila memelihara tanaman buah dalam pot di sekitar kita. Paling gampang, kebutuhan gizi dan vitamin keluarga bisa terpenuhi berkat buah yang hadir hampir sepanjang musim. Belum lagi, unsur penghijauan rumah meski hanya punya lahan pas-pasan. Unsur estetika dan keindahan pun bisa muncul. Coba saja lihat saat tanaman itu semarak berbuah. Warna kuning ranum berpadu hijau daun yang cantik. Lagi pula ukuran tajuk tanaman ini tergolong ”kompak” sebab tingginya hanya sekitar 1 sampai 2 meter saja.”Penempatan secara soliter di teras atau di dalam ruangan bisa dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi tanaman. Ia juga bisa dipadukan dengan tanaman hias di taman atau halaman rumah,” ujar Joesi tentang fungsi estetika tanaman buah dalam pot.Beragam tanaman buah saat ini sudah banyak yang berhasil dibudidayakan dengan distem pot. Lily Turangan menyebut enam jenis tanaman buah yang biasa ia tanam dengan teknik ini. ”Dari pengalaman saya, jenis mangga, jambu biji, belimbing, jeruk, srikaya dan kedondong mudah berbuah dan hidup dalam pot.”Ada yang mudah, tentu ada pula yang sulit. Jenis alpukat, durian, gandaria dan nangka besar adalah beberapa contoh tanaman buah yang sulit ditanam sebagai tanaman dalam pot. Sedang jambu bol, jambu mawar, manggis, duku, jamblang, lengkeng, nangka madu dan rambutan termasuk contoh yang agak sulit dibudidayakan sebagai tanaman dalam pot.
Lima SyaratAgar tanaman dalam pot rajin berbuah, Lily dan Joesi sama-sama menyebut sejumlah syarat yang harus dipenuhi. Paling tidak ada lima syarat tumbuh atau faktor yang jadi pertimbangan.Pertama, pemilihan jenis tanaman yang sesuai dengan ketinggian tempat. Kedua, pemilihan bibit tanaman. Diikuti pemilihan media tanam dan pot. Lalu pemupukan yang efektif dan terakhir, pengendalian hama dan penyakit tanaman.Pengetahuan asal-usul tanaman harus sudah nyantol di otak sebelum memutuskan menanam suatu bibit tanaman buah dengan teknik pot. Ini penting. ”Jangan sampai stroberi dan apel yang merupakan tanaman di daerah dingin, ditanam di dataran rendah. Wah, mana mau berbuah dia,” kata Joesi memberi perumpamaan. Umumnya, semua jenis tanaman buah hanya dapat berbunga dan berbuah dengan baik bila ditanam di daerah berketinggian sekitar 400 m dpl.Pemilihan bibit juga tak kalah penting. Bibit yang baik tentu akan menghasilkan – secara kualitas dan kuantitas – pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang jempolan. ”Saya menganjurkan untuk memilih bibit tanaman buah yang jelas asal-usulnya. Artinya, bibit dibeli dari penangkar tanaman yang baik dan terpercaya,” ucap Lily.Urusan bibit selesai, langkah berikut menyiapkan media tanam dan pot. Kata Joesi, media tanam yang digunakan untuk tanaman buah dalam pot sebaiknya memenuhi syarat minimal, yaitu mengandung tanah sebesar 50 %, pasir 20 % dan bahan organik 30 %.Dari syarat minimal tadi, bisa diterjermahkan menjadi berbagai macam komposisi bahan dasar sebagai media tanaman buah dalam pot. Bahan dasar untuk media tanam terdiri atas tanah, pupuk kandang, kompos, pupuk kimiawi dan bahan lain sebagai tambahan.Pemilihan pot yang tepat menjadi modal awal bagi pertumbuhan tanaman. Pot yang digunakan bisa dipilih dengan memanfaatkan kaleng biskuit bekas, sisa galon air mineral, ember tak terpakai, drum bekas senyawa kimia dan lainnya. Agar menghindari kontaminasi zat, Lily menyarankan membeli wadah yang sudah dicuci. Wadah favorit tetap dipegang belahan drum bekas. Wadah ini mampu menampung seluruh sistem pengakaran.Pemupukan harus dilakukan dengan dosis tertentu. Kelebihan dan kekurangan dosis tentu berdampak buruk bagi tanaman itu. Jenis pupuk yang bisa dipilih memang beragam. Yang pasti, tanaman buah butuh unsur hara makro, seperti N, P, K dan unsur hara mikro macam Ca, Mg dan S. Unsur hara mineral itu merupakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Cermati pula waktu dan cara pemupukan.Langkah terakhir, pengawasan terhadap hama dan penyakit tanaman. Faktor pengganggu ini jangan sampai mengacaukan mimpi Anda untuk memanen buah. Bayangkan betapa kecewanya hati ini saat mengetahui pertumbuhan tanaman buah terhambat oleh hama dan penyakit.Pada tanaman buah juga dikenal teknik pemangkasan. Tujuannya, kata Joesi, untuk menjaga kesehatan dan meningkatkan produksi. Pemangkasan juga mampu menjaga kelembaban tanaman sehingga tak mudah terserang hama dan penyakit.Berdasar umur tanaman, pemangkasan terbagi menjadi tiga, yaitu pemangkasan pada pembibitan, pemangkasan tanaman yang belum menghasilkan dan pemangkasan tanaman yang sudah menghasilkan. Sedang dilihat dari tujuannya, pemangkasan dibedakan menjadi empat, yaitu pemangkasan bentuk, pemeliharaan, produksi dan peremajaan.Bagi sebagian pehobi, tanaman buah dalam pot bisa jadi lahan bisnis yang menarik. Dengan perawatan yang cermat, tanaman buah dalam pot mampu menyedot perhatian siapa saja.Tajuk tanaman yang tak terlalu tinggi dengan disusupi gerombol buah di ujung cabang, apalagi saat dicicipi buahnya, terasa manis dan segar, siapa yang tak kepincut. Jadi jangan heran bila ada tanaman buah dalam pot yang mampu mencapai seharga tiga juta rupiah. Wow! Jambu biji termasuk salah satu jenis tanaman buah yang mudah ditanam dan berbuah dengan teknik tanbulampot.

Readmore...

Friday, August 08, 2008

Interactions among Factors Regulating Phenological Development and Acclimation Rate Determine Low-temperature Tolerance in Wheat

Background and Aims Exposure to low temperatures (LT) produces innumerable changes in morphological, biochemical and physiological characteristics of plants, with the result that it has been difficult to separate cause and effect adjustments to LT. Phenotypic studies have shown that the LT-induced protective mechanisms in cereals are developmentally regulated and involve an acclimation process that can be stopped, reversed and restarted. The present study was initiated to separate the developmental factors determining duration from those responsible for rate of acclimation, to provide the opportunity for a more in depth analysis of the critical mechanisms that regulate LT tolerance in wheat (Triticum aestivum).
• Methods The non-hardy spring wheat cultivar ‘Manitou’ and the very cold-hardy winter wheat cultivar ‘Norstar’ were used to produce reciprocal near-isogenic lines (NILs) in which the vrn-A1 (winter) alleles of ‘Norstar’ were inserted into the non-hardy ‘Manitou’ genetic background and the Vrn-A1 (spring) alleles of ‘Manitou’ were inserted in the hardy ‘Norstar’ genetic background so that the effects of duration and rate of LT acclimation could be quantified.
• Key Results Comparison of the acclimation curves of the NILs and their parents grown at 2, 6 and 10 °C established that the full expression of LT-induced genetic systems was revealed only under genotypically dependent optimum combinations of time and temperature. Both duration and rate of acclimation were found to contribute significantly to the 13·8 °C difference in lowest survival temperature between ‘Norstar’ and ‘Manitou’.
• Conclusions Duration of LT acclimation was dependent upon the rate of phenological development, which, in turn, was determined by acclimation temperatures and vernalization requirements. Rate of acclimation was faster for genotypes with the ‘Norstar’ genetic background but the ability to sustain a high rate of acclimation was dependent upon the length of the vegetative stage. Complex time/temperature relationships and unexplained genetic interactions indicated that detailed functional genomic or phenomic analyses of natural allelic variation will be required to identify the critical genetic components of a highly integrated system, which is regulated by environmentally responsive, complex pathways.
Key words: Low-temperature tolerance, Vrn-A1, near-isogenic lines, developmental regulation, vernalization, cold acclimation, Triticum aestivum, wheat
D. B. FOWLER* and A. E. LIMIN, E-mail Brian.Fowler@usask.ca

Readmore...

The control of flowering in time and space

The transition to flowering is one of the most important developmental decisions made by plants. Classical studies have highlighted the importance of photoperiod in controlling flowering time. More recently, the identification of mutants specifically affected in the photoperiod pathway in the model system Arabidopsis thaliana has enabled the flowering time pathways to be placed in a molecular context. This review highlights recent advances in understanding how photoperiod signals (perceived in the leaves) act at the apex of the plant where the floral stimulus is perceived. The photoperiod pathway acts predominantly through the gene CONSTANS to activate the small signalling molecule FT. While FT transcription is induced in the leaves, it is essential that FT protein is present at the apex of the plant. FT at the apex interacts with the transcription factor FD to induce flowering. Key words: Arabidopsis, FD, florigen, flowering, FTKatja E. Jaeger, Alexander Graf and Philip A. Wigge.E-mail: philip.wigge@bbsrc.ac.uk

Readmore...

The Yellow Rose of... Wheatfield

Yellow roses give you a warmth you do not get from any other color. I look forward to them the same way I long for the first daffodils every spring. Living in the north, it's a sign that the cold of winter is gone... at least for a while. It's that warm spot on the carpet when the first ray of sun comes through the window in the morning. You know. The one the cat always sits on. In this article in my 'Roses of Color'[1] series, I'm back to what I have in my garden... both those that I planted last year when the garden was new and those that I have ordered for this year. I would like to share the reasons for my choices. Of course, they may not work for your climate as well as I hope they will in my zone 6a garden. But it will give you an idea of the process I go through to choose my roses. By Jan Recchio (grampapa)July 12, 2008

Readmore...

But why are the palm and cycad societies almost ALL men?

Here are a few of my uneducated theories: To me the draw for women seems to be the flowers. Men are completely content growing plants which either never flower, or the flowers are insignificant or uninteresting. Women are attracted to color- particularly bright colors, while men seem to like mostly greens and blues (more masculine colors?). Women like little plants while men like big ones. Women like potted plants while men seem to be more apt to grow plants in the ground (now THAT is a total generalization... and I am not even sure if it's at all accurate- plenty of women have huge in-ground rose gardens and other flower gardens). Women like delicate, soft plants, while men like the thicker, spinier and bulkier items. Women are much more content with annuals and don't seem to mind starting over every year (seem to even like it that way)... while men seem to prefer plants that live for centuries. On the other hand, women tend to like to grow plants that are more likely to survive and look good, while men seem less upset when things don't go well, or their plants are the type that look dead half the time. And women seem to spend far less on plants than men do. Copyright © 2000-2008 Dave's Garden.com.

Readmore...

Flower primordium formation at the Arabidopsis shoot apex: quantitative analysis of surface geometry and growth

Geometry changes, especially surface expansion, accompanying flower primordium formation are investigated at the reproductive shoot apex of Arabidopsis with the aid of a non-invasive replica method and a 3-D reconstruction algorithm. The observed changes are characteristic enough to differentiate the early development of flower primordium in Arabidopsis into distinct stages. Primordium formation starts from the fast and anisotropic growth at the periphery of the shoot apical meristem, with the maximum extension in the meridional direction. Surprisingly, the primordium first becomes a shallow crease, and it is only later that this shape changes into a bulge. The bulge is formed from the shallow crease due to slower and less anisotropic growth than at the onset of primordium formation. It is proposed that the shallow crease is the first axil, i.e. the axil of a putative rudimentary bract subtending the flower primordium proper, while the flower primordium proper is the bulge formed at the bottom of this axil. At the adaxial side of the bulge, the second axil (a narrow and deep crease) is formed setting the boundary between the flower primordium proper and the shoot apical meristem. Surface growth, leading to the formation of the second axil, is slow and anisotropic. This is similar to the previously described growth pattern at the boundary of the leaf primordium in Anagallis. Key words: Arabidopsis, flower primordium, reproductive shoot apex, surface curvature, surface growth Dorota Kwiatkowska. E-mail: dkwiat@us.edu.pl/dorotak@biol.uni.wroc.pl

Readmore...