Penyakit layu bakteri merupakan salah satu penyakit penting pada nilam di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum dan dapat menurunkan produksi nilam 60?80% sehingga menjadi kendala dalam peningkatan produktivitas nilam. Pengendalian patogen dapat dilakukan dengan menggunakan varietas tahan yaitu Sidikalang, teknik budi daya (pemupukan, bahan organik, dan mulsa), pestisida hayati (Pseudomonas fluorescens dan Bacillus spp.), pestisida nabati (seraiwangi), pengendalian kimiawi (bakterisida), dan membatasi penyebaran patogen dari daerah terinfeksi ke daerah yang tidak terinfeksi. Pengendalian penyakit layu bakteri harus dilakukan secara terpadu dengan mengombinasikan berbagai teknik pengendalian.Kata kunci: Nilam, Ralstonia solanacearum, pengendalian hayati, pengendalian terpadu Nilam (Pogostemon cablin Benth.) merupakan komoditas ekspor pentingdi Indonesia. Ekspor minyak nilam mencapai 1.276 ton dengan nilai US$ 19.264juta (Direktorat Jenderal Perkebunan 2006). Indonesia merupakan pengekspor minyak nilam terbesar di dunia dengan memasok hampir 90% kebutuhan minyak nilam dunia (Asman 1996). Oleh karena itu, minyak nilam diharapkan dapat meningkatkan sumber pendapatan negara dari sektor nonmigas.
Minyak nilam mempunyai prospek baik untuk memenuhi kebutuhan industriparfum dan kosmetik (Hernani dan Risfaheri 1989; Asnawi dan Putra 1990).Minyak nilam dapat pula digunakan sebagai antiseptik, insektisida, danaromaterapi (Robin 1982; Mardiningsih et al. 1995). Patchouli alcohol merupakankomponen utama minyak nilam dan digunakan sebagai indikator kualitas minyaknilam (Nurjanah dan Marwati 1998).Pada umumnya pertanaman nilam di Indonesia diusahakan oleh petani yangtersebar di 14 sentra produksi di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan sebagian di Jawa (Dhalimi et al. 1998). Produktivitas dan mutu minyak nilam Indonesia masih sangat rendah dengan kadar minyak 1?2% (Rusli et al. 1993). Pada tahun 2003 produktivitas rata-rata nilam hanya 199,48 kg/ha/tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan 2006).
Salah satu penyebabnya adalah seranganpenyakit antara lain penyakit layu bakteriyang dapat menurunkan produksi 60?80% (Asman et al. 1993). Penyakit ini telah menyebar hampir di seluruh sentra produksi nilam di Sumatera Barat, NAD, danSumatera Utara, bahkan akhir-akhir ini telah ditemukan di Jawa Barat dan JawaTengah.Penyakit layu bakteri pada nilam disebabkan oleh Ralstonia solanacearum(Sitepu dan Asman 1989; Radhakrishan et al. 1997; Asman et al. 1998; Supriadi et al.2000; Nasrun 2005). Penyakit ini menyebar melalui bahan tanaman, dan menyerang tanaman muda sampai tanaman berproduksi (Sufiani dan Hobir 1998).
Kondisi lingkungan yang cocok untuk perkembangan penyakit dapat mendorong penyakit berkembang secara pesat (Supriadi et al. 2000). Ditambah lagi petani belum melakukan pengelolaan penyakit secara benar, seperti menggunakan setek nilam sebagai bibit dari kebun yang terinfeksi penyakit layu bakteri, membiarkan sisasisa tanaman sakit, dan tidak melakukan pemupukan sehingga dapat memacu perkembangan penyakit layu bakteri.
Strategi pengendalian penyakit layu bakteri didasarkan pada konsep pengendalianyang tepat berdasarkan pertimbangan kelayakan teknologi, ekologi,ekonomi, dan sosial budi daya. Pengendalian bakteri patogen akan lebih efektifbila dilakukan secara terpadu dengan mengombinasikan berbagai teknik pengendalian, meliputi varietas tahan atau toleran, teknik budi daya (pergilirantanaman, bahan organik, pemupukan), pengendalian menggunakan agens hayati,pestisida nabati dan kimiawi, serta membatasi penyebaran bakteri patogen termasuk peraturan karantina.PENYAKIT LAYU BAKTERI NILAM
Gejala Penyakit Di lapangan, penyakit layu bakteri nilam menyebar secara merata pada satu areal pertanaman dengan gejala daun layu dan diakhiri dengan kematian tanaman dalam waktu singkat (Gambar 1). Gejala awal serangan penyakit berupa salah satu daun pucuk layu dan diikuti dengan daun bagian bawah. Setelah terlihat gejala lanjut dengan intensitas serangan di atas 50%, tanaman akan mati dalam waktu 7?25 hari.
Pada serangan lanjut, akar dan pangkal batang membusuk dan terlihat adanyamassa bakteri berwarna kuning keputihan seperti susu. Bentuk gejala ini merupakanciri khas dari serangan patogen penyebab penyakit layu bakteri (Nasrun 2005).
Bila potongan batang nilam yang terinfeksi direndam di dalam air maka akanterlihat aliran massa bakteri patogen. Hasil pengamatan pada sayatan tipis batangtersebut secara mikroskopis menunjukkan adanya massa bakteri patogen yang keluar dari jaringan pembuluh kayu. Melalui metode ini dapat diketahui secara pastibahwa nilam yang bergejala layu tersebut telah terinfeksi oleh bakteri patogenpembuluh kayu. Metode ini merupakan karakterisasi awal secara makroskopis danmikroskopis serangan bakteri patogen pembuluh kayu (Nasrun 2005).
Sifat-sifat Bakteri Patogen
Pada medium Yeast Peptone Agar (YPA), bakteri patogen berbentuk koloni tidak teratur, berwarna putih dan fluidal yang merupakanciri khas koloni R. solanacearum (Sitepu dan Asman 1989; Radhakrishan etal. 1997; Supriadi et al. 2000; Nasrun 2005).Bakteri patogen mempunyai daya virulensiyang berbeda-beda dengan masa inkubasi 14,60?39,30 hari setelah inokulasi (Nasrun 2005).Bakteri R. solanacearum mempunyai reaksi negatif terhadap hidrolisis pati,gelatin, arginin dan produksi levan, dan bereaksi positif terhadap uji katalase, oksidase, akumulasi PHB, dan denitrifikasi.Isolat bakteri patogen dapat tumbuh pada NaCl 0?2% dengan pH 4?8,50 dan suhu13?37oC, tetapi tidak dapat tumbuh pada suhu 41oC. Jika bakteri ditumbuhkan pada medium YPA ditambah tetrazolium salt dan diinkubasi selama 24 jam maka akan terlihat koloni berwarna putih, fluidal dengan pusat koloni berwarna merahjambu (Nasrun 2005). Tipe koloni ini merupakan koloni R. solanacearum virulen(Hayward 1994). Dari pengecatan negatif dan setelah diuji dengan HCl terlihatbakteri berbentuk batang dan bersifat gram negatif. Berdasarkan karakterisasi bakteri patogen dengan berpedoman pada sifat-sifat bakteri dan bentuk koloni bakteri dengan mengacu pada metode Hayward (1976) dan Denny dan Hayward (2001), diketahui bahwa bakteri patogen penyebab penyakit layu bakteri pada nilam adalah R. solanacearum. R. solanacearum dapat menggunakansumber karbon dari dektrosa, manitol, sorbitol, dulsitol, trehalosa, laktosa, maltosadan selobiosa, yang berarti bakteri ini termasuk biovar III (Hayward 1964; Dennydan Hayward 2001). Hasil uji patogenisitas pada berbagai jenis tanaman menunjukkanbahwa isolat R. solanacearum dapat menginfeksi tomat, cabai, terung, dantembakau dengan memperlihatkan gejala layu. Sebaliknya R. solanacearum tidakmenginfeksi kacang tanah lokal, jahe, pisang emas, pisang cavendish, danheliconia (Nasrun 2005). Hasil uji kisaran inang ini menunjukkan bahwa R. solanacearum dapat menyerang tanaman kelompok Solanaceae, dan bakteri ini termasuk ke dalam ras 1 (Buddenhagen et al. 1962 dalam Hayward 1964).Penyebaran Bakteri Patogen R. solanacearum merupakan patogen tulartanah dan dapat menyebar dengan mudah melalui bahan tanaman, alat pertanian, dan tanaman inang (Sitepu dan Mogi 1996).
Kemampuan bakteri tanah bertahan hidupdiduga sangat bergantung pada keberadaantanaman inang. Supriadi et al. (1995)menemukan berbagai tanaman inang R.solanacearum dari berbagai lokasi diIndonesia. Isolat-isolat yang diperoleh daritanaman inang tersebut bervariasi dalamhal biovar dan patogenisitasnya. Strainpatogen yang spesifik pada tanamaninang terdapat pada lahan tertentu. Haltersebut berkaitan dengan faktor lingkungan,baik faktor abiotik seperti suhu,tipe tanah, dan curah hujan maupun faktorbiotik, sebagai contoh keberadaan nematodadapat memperparah seranganpenyakit layu bakteri pada beberapa jenistanaman (Hayward 1994) termasuk nilam,karena nilam merupakan salah satutanaman inang bagi nematoda (Mustikadan Nuryani 1993; Mustika 1996).STRATEGI PENGENDALIANPengendalian penyakit layu bakteri perlumemperhatikan epidemiologi patogenyang kompleks seperti strain R. solanacearumyang berbeda, tanaman inang, dankemampuan patogen untuk bertahanhidup cukup lama di dalam tanah meskipuntanpa tanaman inang. Faktor lingkunganyang mendukung perkembanganpatogen antara lain adalah suhu dan curahhujan yang tinggi. Teknik pengendalianpenyakit layu bakteri dijelaskan berikut ini.Varietas TahanPenggunaan varietas tahan atau toleranmerupakan cara yang paling efektif untukmengendalikan penyakit tanaman termasukpenyakit layu bakteri nilam. Untukmendapatkan varietas nilam yang tahanterhadap penyakit layu bakteri, BalaiPenelitian Tanaman Obat dan Aromatik(Balittro) telah melakukan eksplorasiplasma nutfah di berbagai daerah sentraproduksi nilam dan memperoleh 28 nomornilam Aceh dengan kadar minyak berkisarantara 1,60?3,59% (Nuryani dan Hadipoentyanti1994). Dari seleksi terhadap 28nomor tersebut terpilih 4 nomor harapanyang memiliki produktivitas, kadar danmutu minyak tinggi, yaitu nomor 0003(Cisaroni), 0007 (Lhokseumawe), 0012(Tapak Tuan), dan 0013 (Sidikalang). Tigadari empat nomor nilam tersebut telahdilepas melalui SK Mentan, yaitu SidikalangNo.319/Kpts/SR.120/8/2005,Lhokseumawe No. 320/Kpts/SR.120/8/2005, dan Tapak Tuan No. 321/Kpts/SR.120/8/2005 (Nuryani 2005).Untuk mengetahui ketahanan varietastersebut terhadap R. solanacearum,telah dilakukan pengujian seleksi ketahanantingkat bibit di rumah kaca dan tanamandewasa di lapangan. Hasil pengujianmenunjukkan bahwa varietas Sidikalangtoleran terhadap R. solanacearum (Tabel1) (Nasrun et al. 2004b; Nuryani danNasrun 2004). Oleh karena itu, varietasSidikalang paling ideal untuk dikembangkanlebih lanjut karena selain toleranterhadap R. solanacearum juga toleranterhadap tiga spesies nematoda yaituPratylenchus brachyurus, Meloidogyneincognita, dan Radopholus similis(Mustika dan Nuryani 2006).Di Indonesia terdapat tiga jenis nilamyaitu nilam Aceh (Pogostemon cablinBenth.), nilam Jawa (P. heyneanus), dannilam sabun (P. hostensis) (Guenther 1994).Nilam Aceh mempunyai kadar dan kualitasminyak tinggi (Nuryani dan Hadipoentyanti1994), namun peka terhadap R.solanacearum (Nasrun et al. 2004b).Sebaliknya nilam Jawa mempunyai kadardan kualitas minyak rendah, tetapi tahanterhadap R. solanacearum. Untuk mendapatkannilam yang mempunyai kadardan kualitas minyak yang tinggi sertatahan terhadap R. solanacearum telahdilakukan persilangan nilam Aceh dannilam Jawa melalui fusi protoplas. Daripersilangan ini diperoleh 31 hibridasomatik dan beberapa di antaranya mempunyaikandungan fenol dan lignin tinggiantara lain 9 IV/4, 9 II/23, dan 9 II/34(Nuryani et al. 2001).Teknik Budi DayaNilam umumnya dibudidayakan dengancara perladangan berpindah. Cara inidilakukan petani untuk mengatasi berkurangnyakesuburan tanah, seranganpenyakit layu bakteri dan penyakit lainnya,sehingga diperoleh produksi yangtinggi dan pertanaman nilam bebas dari sifat bakteri dan bentuk koloni bakteridengan mengacu pada metode Hayward(1976) dan Denny dan Hayward (2001),diketahui bahwa bakteri patogen penyebabpenyakit layu bakteri pada nilamadalah R. solanacearum.R. solanacearum dapat menggunakansumber karbon dari dektrosa, manitol,sorbitol, dulsitol, trehalosa, laktosa, maltosadan selobiosa, yang berarti bakteri ini termasukbiovar III (Hayward 1964; Dennydan Hayward 2001). Hasil uji patogenisitaspada berbagai jenis tanaman menunjukkanbahwa isolat R. solanacearum dapatmenginfeksi tomat, cabai, terung, dantembakau dengan memperlihatkan gejalalayu. Sebaliknya R. solanacearum tidakmenginfeksi kacang tanah lokal, jahe,pisang emas, pisang cavendish, danheliconia (Nasrun 2005). Hasil uji kisaraninang ini menunjukkan bahwa R. solanacearumdapat menyerang tanamankelompok Solanaceae, dan bakteri ini termasukke dalam ras 1 (Buddenhagen et al.1962 dalam Hayward 1964).Penyebaran Bakteri PatogenR. solanacearum merupakan patogen tulartanah dan dapat menyebar dengan mudahmelalui bahan tanaman, alat pertanian, dantanaman inang (Sitepu dan Mogi 1996).Kemampuan bakteri tanah bertahan hidupdiduga sangat bergantung pada keberadaantanaman inang. Supriadi et al. (1995)menemukan berbagai tanaman inang R.solanacearum dari berbagai lokasi diIndonesia. Isolat-isolat yang diperoleh daritanaman inang tersebut bervariasi dalamhal biovar dan patogenisitasnya. Strainpatogen yang spesifik pada tanamaninang terdapat pada lahan tertentu. Haltersebut berkaitan dengan faktor lingkungan,baik faktor abiotik seperti suhu,tipe tanah, dan curah hujan maupun faktorbiotik, sebagai contoh keberadaan nematodadapat memperparah seranganpenyakit layu bakteri pada beberapa jenistanaman (Hayward 1994) termasuk nilam,karena nilam merupakan salah satutanaman inang bagi nematoda (Mustikadan Nuryani 1993; Mustika 1996).STRATEGI PENGENDALIANPengendalian penyakit layu bakteri perlumemperhatikan epidemiologi patogenyang kompleks seperti strain R. solanacearumyang berbeda, tanaman inang, dankemampuan patogen untuk bertahanhidup cukup lama di dalam tanah meskipuntanpa tanaman inang. Faktor lingkunganyang mendukung perkembanganpatogen antara lain adalah suhu dan curahhujan yang tinggi. Teknik pengendalianpenyakit layu bakteri dijelaskan berikut ini.Varietas TahanPenggunaan varietas tahan atau toleranmerupakan cara yang paling efektif untukmengendalikan penyakit tanaman termasukpenyakit layu bakteri nilam. Untukmendapatkan varietas nilam yang tahanterhadap penyakit layu bakteri, BalaiPenelitian Tanaman Obat dan Aromatik(Balittro) telah melakukan eksplorasiplasma nutfah di berbagai daerah sentraproduksi nilam dan memperoleh 28 nomornilam Aceh dengan kadar minyak berkisarantara 1,60?3,59% (Nuryani dan Hadipoentyanti1994). Dari seleksi terhadap 28nomor tersebut terpilih 4 nomor harapanyang memiliki produktivitas, kadar danmutu minyak tinggi, yaitu nomor 0003(Cisaroni), 0007 (Lhokseumawe), 0012(Tapak Tuan), dan 0013 (Sidikalang). Tigadari empat nomor nilam tersebut telahdilepas melalui SK Mentan, yaitu SidikalangNo.319/Kpts/SR.120/8/2005,Lhokseumawe No. 320/Kpts/SR.120/8/2005, dan Tapak Tuan No. 321/Kpts/SR.120/8/2005 (Nuryani 2005).Untuk mengetahui ketahanan varietastersebut terhadap R. solanacearum,telah dilakukan pengujian seleksi ketahanantingkat bibit di rumah kaca dan tanamandewasa di lapangan. Hasil pengujianmenunjukkan bahwa varietas Sidikalangtoleran terhadap R. solanacearum (Tabel1) (Nasrun et al. 2004b; Nuryani danNasrun 2004). Oleh karena itu, varietasSidikalang paling ideal untuk dikembangkanlebih lanjut karena selain toleranterhadap R. solanacearum juga toleranterhadap tiga spesies nematoda yaituPratylenchus brachyurus, Meloidogyneincognita, dan Radopholus similis(Mustika dan Nuryani 2006).Di Indonesia terdapat tiga jenis nilamyaitu nilam Aceh (Pogostemon cablinBenth.), nilam Jawa (P. heyneanus), dannilam sabun (P. hostensis) (Guenther 1994).Nilam Aceh mempunyai kadar dan kualitasminyak tinggi (Nuryani dan Hadipoentyanti1994), namun peka terhadap R.solanacearum (Nasrun et al. 2004b).Sebaliknya nilam Jawa mempunyai kadardan kualitas minyak rendah, tetapi tahanterhadap R. solanacearum. Untuk mendapatkannilam yang mempunyai kadardan kualitas minyak yang tinggi sertatahan terhadap R. solanacearum telahdilakukan persilangan nilam Aceh dannilam Jawa melalui fusi protoplas. Daripersilangan ini diperoleh 31 hibridasomatik dan beberapa di antaranya mempunyaikandungan fenol dan lignin tinggiantara lain 9 IV/4, 9 II/23, dan 9 II/34(Nuryani et al. 2001).Teknik Budi DayaNilam umumnya dibudidayakan dengancara perladangan berpindah. Cara inidilakukan petani untuk mengatasi berkurangnyakesuburan tanah, seranganpenyakit layu bakteri dan penyakit lainnya,sehingga diperoleh produksi yangtinggi dan pertanaman nilam bebas dari sebut mempunyai sifat antibakteri danantifungal yang sangat kuat (Sait 1991).Sitronelal dapat menghambat pertumbuhanFusarium oxysporum f.sp. vanillaepenyebab penyakit busuk batang panili(Chrisnawati 1999) dan F. oxysporum f.sp.lycopersici penyebab penyakit layufusarium pada tomat (Chrisnawati danAndraini 2000). Pengujian secara in plantadi rumah kaca menunjukkan bahwa sitronelaldapat mengendalikan penyakit layufusarium tomat secara nyata (Chrisnawati2003). Hasil pengujian formula sitronelalsecara in vitro menunjukkan formula inidapat menghambat pertumbuhan jamur F.oxysporum f.sp. lycopersici (Chrisnawati2004). Begitu pula hasil pengujian komponensitronelal dan geraniol terhadap R.solanacearum penyebab penyakit layubakteri nilam secara in vitro, menunjukkanbahwa kedua komponen tersebut dapatmenghambat pertumbuhan koloni R.solanacearum (Nasrun 2005).Pengendalian secara KimiawiPengendalian penyakit layu bakteri secarakimiawi dengan antibiotik Agrep dapatmenekan perkembangan penyakit sampai67% terutama karena kontaminasi berkurang(Asman dan Sitepu 1994; Asman1996). Namun demikian, pengendaliansecara kimiawi harus merupakan alternatifterakhir apabila teknik pengendalianlainnya dinilai tidak berhasil. Pengendaliansecara kimiawi harus memenuhi ketentuansebagai berikut: 1) bakterisida yang digunakanadalah jenis yang terdaftar ataudiizinkan oleh Menteri Pertanian, 2)memenuhi kriteria enam tepat yaitu tepatjenis, mutu, waktu, sasaran, dosis, dankonsentrasinya serta cara dan alat aplikasinya,dan 3) tidak membahayakanmanusia dan lingkungan.Pembatasan PenyebaranBakteri PatogenMembatasi penyebaran bakteri patogendari satu kebun terinfeksi ke kebun yangsehat merupakan cara pengendalian yangtepat. Namun cara ini sulit dilakukan olehpetani karena secara ekonomi padakeadaan tertentu tidak menguntungkan.Namun bila dilakukan secara terpadudengan komponen pengendalian lainnyadapat menekan populasi bakteri patogen.Bakteri patogen dapat menyebar darisatu kebun ke kebun yang lain melaluibahan tanaman, tanah, dan air. Selain itu,bakteri patogen dapat tinggal sampai 2tahun di dalam tanah meskipun tanpatanaman inang. Pada keadaan lingkunganyang sesuai, bakteri patogen pada stadiatahan atau istirahat akan berkembang.Berdasarkan bentuk epidemiologipenyakit layu bakteri nilam maka pencegahanpenyebaran atau masuknyabakteri patogen ke daerah lain dapat dilakukandengan: 1) sanitasi denganperendaman setek nilam dalam suspensiantibiotik, 2) eradikasi nilam terinfeksi penyakitlayu bakteri, dan 3) tidak menggunakanbibit nilam yang berasal darikebun yang terinfeksi bakteri patogen(Asman et al. 1992).Pengendalian secara TerpaduPengendalian secara terpadu merupakansalah satu strategi pengendalian penyakitlayu bakteri pada nilam dengan mengombinasikanbeberapa komponenteknologi pengendalian, meliputi penggunaanvarietas tahan atau toleran, teknikbudi daya (pergiliran tanaman, bahanorganik, dan pemberaan), pengendalianhayati, pestisida nabati, pengendaliankimiawi, dan pencegahan penyebaranpatogen. Pengendalian secara terpadudapat dilakukan dengan menggunakanvarietas toleran (Sidikalang), agens hayatiP. fluorescens dan Bacillus sp., mulsa, danpestisida nabati serai wangi. Hasil penelitianAsman (1996) di Jawa Baratmenunjukkan bahwa penggunaan teknikbudi daya, bakterisida sintetis, pupukkandang dan buatan, mulsa serta abusekam dapat menekan laju seranganpenyakit layu bakteri nilam sampai 86,50%.Untuk mendapatkan teknologi pengendalianpenyakit layu bakteri nilamtepat guna di tingkat petani, perlu dilakukanon farm research yang melibatkanpetani, Balai Penelitian Tanaman Obat danAromatik dan Balai Pengkajian TeknologiPertanian pada beberapa lokasi terutamadaerah sentra produksi. Hal ini dilakukanagar petani dapat secara langsung menerapkanteknologi pengendalian penyakitsecara utuh. Agar petani dapat mengadopsiteknologi secara cepat perlu dilakukanpelatihan dan pendidikan para petugasmelalui Sekolah Lapang PengendalianHama Terpadu (SLPHT).KESIMPULAN DAN SARANPenyakit layu bakteri yang disebabkanoleh R. solanacearum merupakan masalahutama dalam budi daya nilam. Seranganpenyakit ini dapat menurunkan produksisecara nyata sehingga menimbulkan kerugianyang besar pada petani. Hingga kinibelum ada teknologi yang tepat untukmengendalikan penyakit layu bakteri padanilam.Pengendalian penyakit layu bakterinilam dapat dilakukan dengan menanamvarietas toleran terhadap R. solanacearumyaitu Sidikalang, teknik budi daya (pupukanorganik dan organik, mulsa dan pergilirantanaman), agens hayati (P. fluorescensdan Bacillus sp.), pestisida nabati (minyakserai wangi), pestisida kimiawi (antibiotikAgrep), dan membatasi penyebaranbakteri patogen pada daerah yang belumterinfeksi bakteri patogen. Untuk mendapatkanvarietas tahan terhadap R.solanacearum dengan produksi tinggi,perlu dilakukan penelitian dan evaluasisecara berkelanjutan menggunakangenom-genom baru, mulai dari pengujianlaboratorium, rumah kaca sampai kelapangan.Untuk mengoptimalkan aplikasiteknologi pengendalian bakteri patogenperlu dilakukan transfer teknologi secaralangsung ke petani. Untuk memenuhi halini perlu ada pemberdayaan dan koordinasiberbagai pihak terkait, baik instansipemerintah, swasta maupun petani.Penerapan teknologi pengendalianpenyakit layu bakteri nilam secara terpadudiharapkan dapat mengatasi masalahpenyakit layu bakteri nilam serta meningkatkanproduksi. Hal ini selanjutnyaakan meningkatkan pendapatan dankesejahteraan petani.DAFTAR PUSTAKAArwiyanto, T. 1997. Pengendalian hayati penyakitlayu bakteri tembakau. Jurnal PerlindunganTanaman Indonesia 5(1): 54?60.Arwiyanto, T. 1998. Pengendalian secara HayatiPenyakit Layu Bakteri pada Tembakau.Laporan Riset Unggulan Terpadu IV (1996?1998). Kantor Menteri Negara Riset danTeknologi, Jakarta. 58 hlm.Arwiyanto, T. dan I. Hartana. 1999. Pengendalianhayati penyakit layu bakteri tembakau,Percobaan rumah kaca. Jurnal PerlindunganTanaman Indonesia 5(1): 50?59. Asman, A. 1996. Penyakit layu dan budok padatanaman nilam dan cara pengendaliannya.Proc. Seminar on Integrated Control onMain Disease of Industrial Crops. Bogor, 13?14 March 1996. Research Institute for Spiceand Medicinal Crops, Bogor. hlm. 284?290.Asman, A., M.A. Esther, dan D. Sitepu. 1998.Penyakit layu, budok dan penyakit lainnyaserta strategi pengendaliannya. MonografNilam, Balai Penelitian Tanaman Rempahdan Obat (5): 84?88.Asman, A., N. Natsir, A. Nurawan, dan D. Sitepu.1992. Penelitian penyakit nilam. LaporanHasil Penelitian Balai Penelitian TanamanRempah dan Obat, Bogor. 13 hlm.Asman, A., Nasrun, A. Nurawan, dan D. Sitepu.1993. Penelitian penyakit nilam. RisalahKongres Nasional XII dan Seminar IlmiahPFI, Yogyakarta 2: 903?911.Asman, A. dan D. Sitepu. 1994. PenelitianPenanggulangan Penyakit Nilam di DI Aceh.Laporan Kerjasama PT Pupuk IskandarMuda dan Balai Penelitian TanamanRempah dan Obat, Bogor. 19 hlm.Asnawi, R. dan M.P. Putra. 1990. Pengaruhbentuk torehan dan zat pengatur tumbuhterhadap pertumbuhan setek nilam (Pogostemoncablin Benth.). Buletin PenelitianTanaman Rempah dan Obat 5(1): 46?53.Aspiras, R.B. and A.R. de la.Cruz. 1985. Potentialbiological control of bacterial wilt in tomatoand potato with Bacillus polymyxa FU6 andPseudomonas fluorescens. p. 89?92. Proceedingsof an International WorkshopPCARRD, Los Banos, Philippines, 8?10October 1985.Badalucco, L. and P.J. Kulkman. 2001. Mineralizationand immobilization in therhizosphere. In R. Pinton, Z. Varanini, andP. Nannipieri (Eds.). The Rhizosphere,Biochemistry and Organic Substance at theSoil-Plant Interface. Marcel Dekker, Inc.New York-Basel. 411 pp.Campbell, R. 1989. Biological Control of MicrobialPlant Pathogens. Cambridge UniversityPress, Cambridge. 218 pp.Chrisnawati. 1999. Uji Daya Kendali MinyakSerai Wangi dan Komponennya terhadapPertumbuhan Fusarium oxysporum f. sp.vanilae secara in vitro. Tesis Program StudiHama dan Penyakit Tumbuhan ProgramPascasarjana Universitas Andalas, Padang.45 hlm.Chrisnawati dan H. Andraini. 2000. Studiefektivitas beberapa fraksi minyak serai wangiterhadap Fusarium oxysporum f.sp. lycopersicipenyebab penyakit layu fusarium tanamantomat. Laporan Penelitian Dosen Muda.Tahun 2000 (No. 104/P2IPT/DM/VI/1999).Fakultas Pertanian Universitas MahaputraMuhammad Yamin, Solok. 26 hlm.Chrisnawati. 2003. Studi efektivitas pestisidanabati sitronelal terhadap Fusarium oxysporumf.sp. lycopersici penyebab penyakit layufusarium tanaman tomat secara in planta.Laporan Penelitian Dosen Muda Tahun2002 (No. 149/LIT/BPPK-SDM/IV/2002).Fakultas Pertanian Universitas MahaputraMuhammad Yamin, Solok. 30 hlm.Chrisnawati. 2004. Studi Efikasi Formula PestisidaNabati Sitronelal terhadap Fusariumoxysporum f.sp. lycopersici Penyebab PenyakitLayu Fusarium Tomat secara in vitro.Laporan Penelitian Dosen Muda No. 304/P4T/DPPM/DM, SKW, SOSAG/III/2004).Fakultas Pertanian Universitas MahaputraMuhammad Yamin, Solok. 26 hlm.Chrisnawati, Nasrun, dan T. Arwiyanto. 2006.Pengendalian hayati penyakit layu bakterinilam menggunakan kombinasi bakteriPseudomonas fluorescens dan Bacillus sp.Laporan Penelitian Hibah Bersaing. FakultasPertanian Universitas Mahaputra MuhammadYamin, Solok. 68 hlm.Cook, R.J. and K.F. Baker. 1989. The Natureand Practice of Biological Control of PlantPathogens. APS Press, St. Paul, Minnessota.505 pp.Dai-Soo Kim, R.J. Cook, and D.M. Weller. 1997.Bacillus sp. L324-92 for biological controlof three root diseases of wheat grown withreduced tillage. Phytopathology 87: 551?558.Dhalimi, A., Angraeni, dan Hobir. 1998. Sejarahperkembangan budidaya nilam di Indonesia.Monograf Nilam, Balai Penelitian TanamanRempah dan Obat (5): 1?9.Denny, T.P. and A.C. Hayward. 2001. Ralstoniasolanacearum. In N.W. Schaad, J.B. Jones,and W. Chun (Eds.). Laboratory Guide forIdentification of Plant Pathogenic Bacteria.Third Edition. APS Press, St. Paul Minnessota.373 pp.Direktorat Jenderal Perkebunan. 2006. Nilam.Statistik Perkebunan Indonesia 2003?2005.Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta. 19hlm.Emmyzar, M. Djamal, dan M. Syakir. 1998.Kendala dan peluang pengembangan nilam.Monograf Nilam, Balai Penelitian TanamanRempah dan Obat (5): 65?69.Guenther, E. 1994. Minyak Atsiri. Jilid IVA.Universitas Indonesia Press, Jakarta. 407 hlm.Gunawan, O.S. 1995. Pengaruh mikroorganismeantagonis dalam mengendalikan bakteri layuPseudomonas solanacearum pada tanamankentang. Risalah Kongres Nasional danSeminar Ilmiah PFI XII, Mataram. hlm.473?479.Hayward, A.C. 1964. Characteristics of Pseudomonassolanacearum. J. Appl. Bacterial27(2): 265?277.Hayward, A.C. 1976. Systematic and relationshipof Pseudomonas solanacearum. p. 6?13.In L. Sequeira and A. Kelman (Eds.). Proc.First International Conference on BacterialWilt Disease Caused by Pseudomonassolanacearum. North Carolina.Hayward, A.C. 1994. Systematic and phylogenyof Pseudomonas solanacearum and relatedbacteria. p. 123?135. In A.C. Hayward andG.L. Hartman (Eds.). Bacterial Wilt. Thedisease and its causative agent, Pseudomonassolanacearum. CAB International.Hernani dan Risfaheri. 1989. Pengaruh perlakuanbahan sebelum penyulingan terhadaprendemen dan karakteristik minyak nilam.Pemberitaan Penelitian Tanaman IndustriXV(2): 54?61.Idris, H. dan Nasrun. 2000. Pemanfaatan mulsadaun kopi dan bakteri antagonis dalampengendalian penyakit layu bakteri jahe.Jurnal Stigma 8(4): 321?324.Keel, H.D.C. 2003. Regulation of antibioticproduction in root-colonizing Pseudomonasspp. and relevance for biological control ofplant disease. Ann. Rev. Phytopathol. 41:117?153.Kloepper, J.W. 1983. Effect of seed pierceinnoculation with plant growth-promotingrhizobacteria on population of Erwiniacarotovora on potato roots and daughterstubers. Phytopathology 73: 217?219.Landa, B.B., H.A.E. de Werd, B.B. McSpaddenGardener, and D.M. Weller. 2002. Comparisonof three methods for monitoring populationsof different genotypes of 2,4-diacethylphloroglucinol-producing Pseudomonasfluorescens in rhizosphere. Phytopatholgy92: 129?137.Mardiningsih, T.L., S.L. Triantoro, Tobing, andS. Rusli. 1995. Patchouli oil product as insectrepellent. Indust. Crops Res. J. 1(3): 152?158.Mehrotra, R.S. 1980. Plant Pathology. Tata Mc.Graw Hill Pub. Co. Ltd., New Delhi. 771 pp.Modjo, H.S. 1991. Usaha menjadikan pengendalianhayati terhadap patogen tumbuhansebagai tulang punggung pengendalian hamaterpadu. Makalah Seminar Dies NatalisFakultas Pertanian Universitas JenderalSoedirman Purwokerto. 20 hlm.Mulya, K., Supriadi, E.M. Ardhi, S. Rahayu, danN. Karyani. 2000. Potensi bakteri antagonisdalam menekan perkembangan penyakitlayu bakteri jahe. Jurnal Penelitian TanamanIndustri 6(2): 37?43.Mustika, I. 1996. Prospek pengendalian nematodaparasit tanaman secara hayati. Makalah padaKongres Nasional II dan Seminar IlmiahPerhimpunan Nematologi Indonesia. Jember,23?24 Juli 1996. Pusat Penelitian Kopi danKakao, Jember. 8 hlm.Mustika, I. and Y. Nuryani. 1993. Screening forresistance of four patchouli cultivars toRadopholus similis. J. Spice and MedicinalCrops 1(2): 11?17.Mustika, I. dan Y. Nuryani. 2006. Strategi pengendaliannematoda parasit pada tanamannilam. Jurnal Penelitian dan PengembanganPertanian 25(1): 7?15.Nasrun. 1996. Penggunaan Pseudomonas fluorescensdalam pengendalian penyakit layutanaman jahe. hlm. 160?165. Proc. Seminaron Integrated Control on Main Disease ofIndustrial Crops. Bogor, 13?14 March 1996 Research Institute for Spice and MedicinalCrops, Bogor.Nasrun, Y. Nuryani, Hobir, dan Repianyo. 2004a.Seleksi ketahanan varian nilam terhadappenyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum)secara in planta. Jurnal Stigma 12(4):471?473.Nasrun, Christanti, T. Arwiyanto, dan I. Mariska.2004b. Seleksi antagonistik Pseudomonasfluorescens terhadap Ralstonia solanacearumpenyebab penyakit layu bakteri nilam secarain vitro. Jurnal Stigma 12(2): 228?231.Nasrun. 2005. Studi Pengendalian Hayati PenyakitLayu Bakteri (Ralstonia solanacearum)Nilam dengan Pseudomonas fluorescens.Disertasi Doktor Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.Nasrun, Christanti, T. Arwiyanto, dan I. Mariska.2005. Pengendalian penyakit layu bakterinilam menggunakan Pseudomonas fluorescens.Jurnal Penelitian Tanaman Industri11(1): 19?24.Nurjanah, N. dan T. Marwati. 1998. Penangananbahan dan penyulingan minyak nilam.Monograf Nilam. Balai Penelitian TanamanRempah dan Obat (5): 108?115.Nuryani, Y. dan E. Hadipoentyanti. 1994.Karakterisasi dan evaluasi plasma nutfahtanaman atsiri. Review Hasil dan ProgramPenelitian Plasma Nutfah Pertanian. BadanPenelitian dan Pengembangan Pertanian,Jakarta. hlm. 209?219.Nuryani, Y., I. Mustika, dan C. Syukur. 2001.Kandungan fenol dan lignin tanaman hibridanilam (Pogostemon sp.) hasil fusi protoplas.Jurnal Penelitian Tanaman Industri 7(4):104?108.Nuryani, Y. dan Nasrun. 2004. TanggapanBeberapa Nomor Nilam terhadap PenyakitLayu Bakteri (Ralstonia solanacearum).Laporan Penelitian Balai Penelitian TanamanRempah dan Obat, Bogor.Nuryani, Y. 2005. Pelepasan varietas unggulnilam. Warta Penelitian dan PengembanganTanaman Industri 11(1): 1?3.Radhakrishan, S.K., Mathew, and J. Mathew.1997. Influence of shade intensities andvarietal reactions of patchouli (Pogostemonpatchouli) to bacterial wilt incited byRalstonia (Pseudomonas) solanacearumE.F. Smith. Bacterial Wilt Newsletter,Publication of the Australian Centre for InternationalAgricultural Research (2): 22?25.Robin, S.R.J. 1982. Selected marker for theessential oils of patchouli and vetiver.Tropical Product Institute, Ministry ofOverseas Development, Great Britain. 167:17?20.Rusli, S., Hobir, A. Hamid, A. Asman, S. Sufiani,dan M. Mansyur. 1993. Evaluasi HasilPenelitian Minyak Atsiri, Balai PenelitianTanaman Rempah dan Obat, Bogor. 15 hlm.Sait, S. 1991. Potensi Minyak Atsiri DaunIndonesia sebagai Sumber Bahan Obat.Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah PengembanganAtsiri di Sumatera, Bukittinggi.Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat,Bogor. hlm. 126?134.Sitepu, D. and A. Asman. 1989. Laporan penelitianpenyakit nilam di DI Aceh. Kerjasama PTPupuk Iskandar Muda (Persero) dan BalaiPenelitian Tanaman Rempah dan Obat. 20hlm.Sitepu, D. and S. Mogi. 1996. Practical strategyto control bacterial wilt disease of gingercrops. p. 173?180. Proc. Seminar onIntegrated Control on Main Diseases ofIndustrial Crops, Bogor, 13?14 March 1996.Research Institute for Spice and MedicinalCrops, Bogor.Sumardiyono, C., S.M. Widyastuti, and Y. Assi.2001. Pengimbasan ketahanan pisang terhadappenyakit layu Fusarium denganPseudomonas fluorescens. hlm. 257?259.Prosiding Kongres XVI dan Seminar NasionalPerhimpunan Fitopatologi Indonesia. Bogor,22?24 Agustus 2001.Sufiani, S. dan Hobir. 1998. Teknik produksi bibit.Monograf Nilam, Balai Penelitian TanamanRempah dan Obat 5: 40?46.Supriadi, J.G. Elphinstone, A. Robinson-Smith,and S.Y. Hartati. 1995. Physiological, serologicaland pathological variation amongstisolates by Pseudomonas solanacearumfrom ginger and other hosts in Indonesia.Jurnal Penelitian Tanaman Industri 1(2): 88?98.Supriadi, K. Mulya, and D. Sitepu. 2000. Strategyfor controlling wilt disease of ginger causedby Pseudomonas solanacearum. JurnalPenelitian dan Pengembangan Pertanian19(3): 106?111.Tasma, I.M. dan H. Moko. 1998. Pengaruh zattumbuh terhadap pertumbuhan dan hasilnilam. Pemberitaan Penelitian TanamanIndustri XIII(3?4): 72?82.Nasrun1 dan Yang Nuryani21Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Laing, Kotak Pos 1, Solok, Sumatera Barat2Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Jalan Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111
Minyak nilam mempunyai prospek baik untuk memenuhi kebutuhan industriparfum dan kosmetik (Hernani dan Risfaheri 1989; Asnawi dan Putra 1990).Minyak nilam dapat pula digunakan sebagai antiseptik, insektisida, danaromaterapi (Robin 1982; Mardiningsih et al. 1995). Patchouli alcohol merupakankomponen utama minyak nilam dan digunakan sebagai indikator kualitas minyaknilam (Nurjanah dan Marwati 1998).Pada umumnya pertanaman nilam di Indonesia diusahakan oleh petani yangtersebar di 14 sentra produksi di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan sebagian di Jawa (Dhalimi et al. 1998). Produktivitas dan mutu minyak nilam Indonesia masih sangat rendah dengan kadar minyak 1?2% (Rusli et al. 1993). Pada tahun 2003 produktivitas rata-rata nilam hanya 199,48 kg/ha/tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan 2006).
Salah satu penyebabnya adalah seranganpenyakit antara lain penyakit layu bakteriyang dapat menurunkan produksi 60?80% (Asman et al. 1993). Penyakit ini telah menyebar hampir di seluruh sentra produksi nilam di Sumatera Barat, NAD, danSumatera Utara, bahkan akhir-akhir ini telah ditemukan di Jawa Barat dan JawaTengah.Penyakit layu bakteri pada nilam disebabkan oleh Ralstonia solanacearum(Sitepu dan Asman 1989; Radhakrishan et al. 1997; Asman et al. 1998; Supriadi et al.2000; Nasrun 2005). Penyakit ini menyebar melalui bahan tanaman, dan menyerang tanaman muda sampai tanaman berproduksi (Sufiani dan Hobir 1998).
Kondisi lingkungan yang cocok untuk perkembangan penyakit dapat mendorong penyakit berkembang secara pesat (Supriadi et al. 2000). Ditambah lagi petani belum melakukan pengelolaan penyakit secara benar, seperti menggunakan setek nilam sebagai bibit dari kebun yang terinfeksi penyakit layu bakteri, membiarkan sisasisa tanaman sakit, dan tidak melakukan pemupukan sehingga dapat memacu perkembangan penyakit layu bakteri.
Strategi pengendalian penyakit layu bakteri didasarkan pada konsep pengendalianyang tepat berdasarkan pertimbangan kelayakan teknologi, ekologi,ekonomi, dan sosial budi daya. Pengendalian bakteri patogen akan lebih efektifbila dilakukan secara terpadu dengan mengombinasikan berbagai teknik pengendalian, meliputi varietas tahan atau toleran, teknik budi daya (pergilirantanaman, bahan organik, pemupukan), pengendalian menggunakan agens hayati,pestisida nabati dan kimiawi, serta membatasi penyebaran bakteri patogen termasuk peraturan karantina.PENYAKIT LAYU BAKTERI NILAM
Gejala Penyakit Di lapangan, penyakit layu bakteri nilam menyebar secara merata pada satu areal pertanaman dengan gejala daun layu dan diakhiri dengan kematian tanaman dalam waktu singkat (Gambar 1). Gejala awal serangan penyakit berupa salah satu daun pucuk layu dan diikuti dengan daun bagian bawah. Setelah terlihat gejala lanjut dengan intensitas serangan di atas 50%, tanaman akan mati dalam waktu 7?25 hari.
Pada serangan lanjut, akar dan pangkal batang membusuk dan terlihat adanyamassa bakteri berwarna kuning keputihan seperti susu. Bentuk gejala ini merupakanciri khas dari serangan patogen penyebab penyakit layu bakteri (Nasrun 2005).
Bila potongan batang nilam yang terinfeksi direndam di dalam air maka akanterlihat aliran massa bakteri patogen. Hasil pengamatan pada sayatan tipis batangtersebut secara mikroskopis menunjukkan adanya massa bakteri patogen yang keluar dari jaringan pembuluh kayu. Melalui metode ini dapat diketahui secara pastibahwa nilam yang bergejala layu tersebut telah terinfeksi oleh bakteri patogenpembuluh kayu. Metode ini merupakan karakterisasi awal secara makroskopis danmikroskopis serangan bakteri patogen pembuluh kayu (Nasrun 2005).
Sifat-sifat Bakteri Patogen
Pada medium Yeast Peptone Agar (YPA), bakteri patogen berbentuk koloni tidak teratur, berwarna putih dan fluidal yang merupakanciri khas koloni R. solanacearum (Sitepu dan Asman 1989; Radhakrishan etal. 1997; Supriadi et al. 2000; Nasrun 2005).Bakteri patogen mempunyai daya virulensiyang berbeda-beda dengan masa inkubasi 14,60?39,30 hari setelah inokulasi (Nasrun 2005).Bakteri R. solanacearum mempunyai reaksi negatif terhadap hidrolisis pati,gelatin, arginin dan produksi levan, dan bereaksi positif terhadap uji katalase, oksidase, akumulasi PHB, dan denitrifikasi.Isolat bakteri patogen dapat tumbuh pada NaCl 0?2% dengan pH 4?8,50 dan suhu13?37oC, tetapi tidak dapat tumbuh pada suhu 41oC. Jika bakteri ditumbuhkan pada medium YPA ditambah tetrazolium salt dan diinkubasi selama 24 jam maka akan terlihat koloni berwarna putih, fluidal dengan pusat koloni berwarna merahjambu (Nasrun 2005). Tipe koloni ini merupakan koloni R. solanacearum virulen(Hayward 1994). Dari pengecatan negatif dan setelah diuji dengan HCl terlihatbakteri berbentuk batang dan bersifat gram negatif. Berdasarkan karakterisasi bakteri patogen dengan berpedoman pada sifat-sifat bakteri dan bentuk koloni bakteri dengan mengacu pada metode Hayward (1976) dan Denny dan Hayward (2001), diketahui bahwa bakteri patogen penyebab penyakit layu bakteri pada nilam adalah R. solanacearum. R. solanacearum dapat menggunakansumber karbon dari dektrosa, manitol, sorbitol, dulsitol, trehalosa, laktosa, maltosadan selobiosa, yang berarti bakteri ini termasuk biovar III (Hayward 1964; Dennydan Hayward 2001). Hasil uji patogenisitas pada berbagai jenis tanaman menunjukkanbahwa isolat R. solanacearum dapat menginfeksi tomat, cabai, terung, dantembakau dengan memperlihatkan gejala layu. Sebaliknya R. solanacearum tidakmenginfeksi kacang tanah lokal, jahe, pisang emas, pisang cavendish, danheliconia (Nasrun 2005). Hasil uji kisaran inang ini menunjukkan bahwa R. solanacearum dapat menyerang tanaman kelompok Solanaceae, dan bakteri ini termasuk ke dalam ras 1 (Buddenhagen et al. 1962 dalam Hayward 1964).Penyebaran Bakteri Patogen R. solanacearum merupakan patogen tulartanah dan dapat menyebar dengan mudah melalui bahan tanaman, alat pertanian, dan tanaman inang (Sitepu dan Mogi 1996).
Kemampuan bakteri tanah bertahan hidupdiduga sangat bergantung pada keberadaantanaman inang. Supriadi et al. (1995)menemukan berbagai tanaman inang R.solanacearum dari berbagai lokasi diIndonesia. Isolat-isolat yang diperoleh daritanaman inang tersebut bervariasi dalamhal biovar dan patogenisitasnya. Strainpatogen yang spesifik pada tanamaninang terdapat pada lahan tertentu. Haltersebut berkaitan dengan faktor lingkungan,baik faktor abiotik seperti suhu,tipe tanah, dan curah hujan maupun faktorbiotik, sebagai contoh keberadaan nematodadapat memperparah seranganpenyakit layu bakteri pada beberapa jenistanaman (Hayward 1994) termasuk nilam,karena nilam merupakan salah satutanaman inang bagi nematoda (Mustikadan Nuryani 1993; Mustika 1996).STRATEGI PENGENDALIANPengendalian penyakit layu bakteri perlumemperhatikan epidemiologi patogenyang kompleks seperti strain R. solanacearumyang berbeda, tanaman inang, dankemampuan patogen untuk bertahanhidup cukup lama di dalam tanah meskipuntanpa tanaman inang. Faktor lingkunganyang mendukung perkembanganpatogen antara lain adalah suhu dan curahhujan yang tinggi. Teknik pengendalianpenyakit layu bakteri dijelaskan berikut ini.Varietas TahanPenggunaan varietas tahan atau toleranmerupakan cara yang paling efektif untukmengendalikan penyakit tanaman termasukpenyakit layu bakteri nilam. Untukmendapatkan varietas nilam yang tahanterhadap penyakit layu bakteri, BalaiPenelitian Tanaman Obat dan Aromatik(Balittro) telah melakukan eksplorasiplasma nutfah di berbagai daerah sentraproduksi nilam dan memperoleh 28 nomornilam Aceh dengan kadar minyak berkisarantara 1,60?3,59% (Nuryani dan Hadipoentyanti1994). Dari seleksi terhadap 28nomor tersebut terpilih 4 nomor harapanyang memiliki produktivitas, kadar danmutu minyak tinggi, yaitu nomor 0003(Cisaroni), 0007 (Lhokseumawe), 0012(Tapak Tuan), dan 0013 (Sidikalang). Tigadari empat nomor nilam tersebut telahdilepas melalui SK Mentan, yaitu SidikalangNo.319/Kpts/SR.120/8/2005,Lhokseumawe No. 320/Kpts/SR.120/8/2005, dan Tapak Tuan No. 321/Kpts/SR.120/8/2005 (Nuryani 2005).Untuk mengetahui ketahanan varietastersebut terhadap R. solanacearum,telah dilakukan pengujian seleksi ketahanantingkat bibit di rumah kaca dan tanamandewasa di lapangan. Hasil pengujianmenunjukkan bahwa varietas Sidikalangtoleran terhadap R. solanacearum (Tabel1) (Nasrun et al. 2004b; Nuryani danNasrun 2004). Oleh karena itu, varietasSidikalang paling ideal untuk dikembangkanlebih lanjut karena selain toleranterhadap R. solanacearum juga toleranterhadap tiga spesies nematoda yaituPratylenchus brachyurus, Meloidogyneincognita, dan Radopholus similis(Mustika dan Nuryani 2006).Di Indonesia terdapat tiga jenis nilamyaitu nilam Aceh (Pogostemon cablinBenth.), nilam Jawa (P. heyneanus), dannilam sabun (P. hostensis) (Guenther 1994).Nilam Aceh mempunyai kadar dan kualitasminyak tinggi (Nuryani dan Hadipoentyanti1994), namun peka terhadap R.solanacearum (Nasrun et al. 2004b).Sebaliknya nilam Jawa mempunyai kadardan kualitas minyak rendah, tetapi tahanterhadap R. solanacearum. Untuk mendapatkannilam yang mempunyai kadardan kualitas minyak yang tinggi sertatahan terhadap R. solanacearum telahdilakukan persilangan nilam Aceh dannilam Jawa melalui fusi protoplas. Daripersilangan ini diperoleh 31 hibridasomatik dan beberapa di antaranya mempunyaikandungan fenol dan lignin tinggiantara lain 9 IV/4, 9 II/23, dan 9 II/34(Nuryani et al. 2001).Teknik Budi DayaNilam umumnya dibudidayakan dengancara perladangan berpindah. Cara inidilakukan petani untuk mengatasi berkurangnyakesuburan tanah, seranganpenyakit layu bakteri dan penyakit lainnya,sehingga diperoleh produksi yangtinggi dan pertanaman nilam bebas dari sifat bakteri dan bentuk koloni bakteridengan mengacu pada metode Hayward(1976) dan Denny dan Hayward (2001),diketahui bahwa bakteri patogen penyebabpenyakit layu bakteri pada nilamadalah R. solanacearum.R. solanacearum dapat menggunakansumber karbon dari dektrosa, manitol,sorbitol, dulsitol, trehalosa, laktosa, maltosadan selobiosa, yang berarti bakteri ini termasukbiovar III (Hayward 1964; Dennydan Hayward 2001). Hasil uji patogenisitaspada berbagai jenis tanaman menunjukkanbahwa isolat R. solanacearum dapatmenginfeksi tomat, cabai, terung, dantembakau dengan memperlihatkan gejalalayu. Sebaliknya R. solanacearum tidakmenginfeksi kacang tanah lokal, jahe,pisang emas, pisang cavendish, danheliconia (Nasrun 2005). Hasil uji kisaraninang ini menunjukkan bahwa R. solanacearumdapat menyerang tanamankelompok Solanaceae, dan bakteri ini termasukke dalam ras 1 (Buddenhagen et al.1962 dalam Hayward 1964).Penyebaran Bakteri PatogenR. solanacearum merupakan patogen tulartanah dan dapat menyebar dengan mudahmelalui bahan tanaman, alat pertanian, dantanaman inang (Sitepu dan Mogi 1996).Kemampuan bakteri tanah bertahan hidupdiduga sangat bergantung pada keberadaantanaman inang. Supriadi et al. (1995)menemukan berbagai tanaman inang R.solanacearum dari berbagai lokasi diIndonesia. Isolat-isolat yang diperoleh daritanaman inang tersebut bervariasi dalamhal biovar dan patogenisitasnya. Strainpatogen yang spesifik pada tanamaninang terdapat pada lahan tertentu. Haltersebut berkaitan dengan faktor lingkungan,baik faktor abiotik seperti suhu,tipe tanah, dan curah hujan maupun faktorbiotik, sebagai contoh keberadaan nematodadapat memperparah seranganpenyakit layu bakteri pada beberapa jenistanaman (Hayward 1994) termasuk nilam,karena nilam merupakan salah satutanaman inang bagi nematoda (Mustikadan Nuryani 1993; Mustika 1996).STRATEGI PENGENDALIANPengendalian penyakit layu bakteri perlumemperhatikan epidemiologi patogenyang kompleks seperti strain R. solanacearumyang berbeda, tanaman inang, dankemampuan patogen untuk bertahanhidup cukup lama di dalam tanah meskipuntanpa tanaman inang. Faktor lingkunganyang mendukung perkembanganpatogen antara lain adalah suhu dan curahhujan yang tinggi. Teknik pengendalianpenyakit layu bakteri dijelaskan berikut ini.Varietas TahanPenggunaan varietas tahan atau toleranmerupakan cara yang paling efektif untukmengendalikan penyakit tanaman termasukpenyakit layu bakteri nilam. Untukmendapatkan varietas nilam yang tahanterhadap penyakit layu bakteri, BalaiPenelitian Tanaman Obat dan Aromatik(Balittro) telah melakukan eksplorasiplasma nutfah di berbagai daerah sentraproduksi nilam dan memperoleh 28 nomornilam Aceh dengan kadar minyak berkisarantara 1,60?3,59% (Nuryani dan Hadipoentyanti1994). Dari seleksi terhadap 28nomor tersebut terpilih 4 nomor harapanyang memiliki produktivitas, kadar danmutu minyak tinggi, yaitu nomor 0003(Cisaroni), 0007 (Lhokseumawe), 0012(Tapak Tuan), dan 0013 (Sidikalang). Tigadari empat nomor nilam tersebut telahdilepas melalui SK Mentan, yaitu SidikalangNo.319/Kpts/SR.120/8/2005,Lhokseumawe No. 320/Kpts/SR.120/8/2005, dan Tapak Tuan No. 321/Kpts/SR.120/8/2005 (Nuryani 2005).Untuk mengetahui ketahanan varietastersebut terhadap R. solanacearum,telah dilakukan pengujian seleksi ketahanantingkat bibit di rumah kaca dan tanamandewasa di lapangan. Hasil pengujianmenunjukkan bahwa varietas Sidikalangtoleran terhadap R. solanacearum (Tabel1) (Nasrun et al. 2004b; Nuryani danNasrun 2004). Oleh karena itu, varietasSidikalang paling ideal untuk dikembangkanlebih lanjut karena selain toleranterhadap R. solanacearum juga toleranterhadap tiga spesies nematoda yaituPratylenchus brachyurus, Meloidogyneincognita, dan Radopholus similis(Mustika dan Nuryani 2006).Di Indonesia terdapat tiga jenis nilamyaitu nilam Aceh (Pogostemon cablinBenth.), nilam Jawa (P. heyneanus), dannilam sabun (P. hostensis) (Guenther 1994).Nilam Aceh mempunyai kadar dan kualitasminyak tinggi (Nuryani dan Hadipoentyanti1994), namun peka terhadap R.solanacearum (Nasrun et al. 2004b).Sebaliknya nilam Jawa mempunyai kadardan kualitas minyak rendah, tetapi tahanterhadap R. solanacearum. Untuk mendapatkannilam yang mempunyai kadardan kualitas minyak yang tinggi sertatahan terhadap R. solanacearum telahdilakukan persilangan nilam Aceh dannilam Jawa melalui fusi protoplas. Daripersilangan ini diperoleh 31 hibridasomatik dan beberapa di antaranya mempunyaikandungan fenol dan lignin tinggiantara lain 9 IV/4, 9 II/23, dan 9 II/34(Nuryani et al. 2001).Teknik Budi DayaNilam umumnya dibudidayakan dengancara perladangan berpindah. Cara inidilakukan petani untuk mengatasi berkurangnyakesuburan tanah, seranganpenyakit layu bakteri dan penyakit lainnya,sehingga diperoleh produksi yangtinggi dan pertanaman nilam bebas dari sebut mempunyai sifat antibakteri danantifungal yang sangat kuat (Sait 1991).Sitronelal dapat menghambat pertumbuhanFusarium oxysporum f.sp. vanillaepenyebab penyakit busuk batang panili(Chrisnawati 1999) dan F. oxysporum f.sp.lycopersici penyebab penyakit layufusarium pada tomat (Chrisnawati danAndraini 2000). Pengujian secara in plantadi rumah kaca menunjukkan bahwa sitronelaldapat mengendalikan penyakit layufusarium tomat secara nyata (Chrisnawati2003). Hasil pengujian formula sitronelalsecara in vitro menunjukkan formula inidapat menghambat pertumbuhan jamur F.oxysporum f.sp. lycopersici (Chrisnawati2004). Begitu pula hasil pengujian komponensitronelal dan geraniol terhadap R.solanacearum penyebab penyakit layubakteri nilam secara in vitro, menunjukkanbahwa kedua komponen tersebut dapatmenghambat pertumbuhan koloni R.solanacearum (Nasrun 2005).Pengendalian secara KimiawiPengendalian penyakit layu bakteri secarakimiawi dengan antibiotik Agrep dapatmenekan perkembangan penyakit sampai67% terutama karena kontaminasi berkurang(Asman dan Sitepu 1994; Asman1996). Namun demikian, pengendaliansecara kimiawi harus merupakan alternatifterakhir apabila teknik pengendalianlainnya dinilai tidak berhasil. Pengendaliansecara kimiawi harus memenuhi ketentuansebagai berikut: 1) bakterisida yang digunakanadalah jenis yang terdaftar ataudiizinkan oleh Menteri Pertanian, 2)memenuhi kriteria enam tepat yaitu tepatjenis, mutu, waktu, sasaran, dosis, dankonsentrasinya serta cara dan alat aplikasinya,dan 3) tidak membahayakanmanusia dan lingkungan.Pembatasan PenyebaranBakteri PatogenMembatasi penyebaran bakteri patogendari satu kebun terinfeksi ke kebun yangsehat merupakan cara pengendalian yangtepat. Namun cara ini sulit dilakukan olehpetani karena secara ekonomi padakeadaan tertentu tidak menguntungkan.Namun bila dilakukan secara terpadudengan komponen pengendalian lainnyadapat menekan populasi bakteri patogen.Bakteri patogen dapat menyebar darisatu kebun ke kebun yang lain melaluibahan tanaman, tanah, dan air. Selain itu,bakteri patogen dapat tinggal sampai 2tahun di dalam tanah meskipun tanpatanaman inang. Pada keadaan lingkunganyang sesuai, bakteri patogen pada stadiatahan atau istirahat akan berkembang.Berdasarkan bentuk epidemiologipenyakit layu bakteri nilam maka pencegahanpenyebaran atau masuknyabakteri patogen ke daerah lain dapat dilakukandengan: 1) sanitasi denganperendaman setek nilam dalam suspensiantibiotik, 2) eradikasi nilam terinfeksi penyakitlayu bakteri, dan 3) tidak menggunakanbibit nilam yang berasal darikebun yang terinfeksi bakteri patogen(Asman et al. 1992).Pengendalian secara TerpaduPengendalian secara terpadu merupakansalah satu strategi pengendalian penyakitlayu bakteri pada nilam dengan mengombinasikanbeberapa komponenteknologi pengendalian, meliputi penggunaanvarietas tahan atau toleran, teknikbudi daya (pergiliran tanaman, bahanorganik, dan pemberaan), pengendalianhayati, pestisida nabati, pengendaliankimiawi, dan pencegahan penyebaranpatogen. Pengendalian secara terpadudapat dilakukan dengan menggunakanvarietas toleran (Sidikalang), agens hayatiP. fluorescens dan Bacillus sp., mulsa, danpestisida nabati serai wangi. Hasil penelitianAsman (1996) di Jawa Baratmenunjukkan bahwa penggunaan teknikbudi daya, bakterisida sintetis, pupukkandang dan buatan, mulsa serta abusekam dapat menekan laju seranganpenyakit layu bakteri nilam sampai 86,50%.Untuk mendapatkan teknologi pengendalianpenyakit layu bakteri nilamtepat guna di tingkat petani, perlu dilakukanon farm research yang melibatkanpetani, Balai Penelitian Tanaman Obat danAromatik dan Balai Pengkajian TeknologiPertanian pada beberapa lokasi terutamadaerah sentra produksi. Hal ini dilakukanagar petani dapat secara langsung menerapkanteknologi pengendalian penyakitsecara utuh. Agar petani dapat mengadopsiteknologi secara cepat perlu dilakukanpelatihan dan pendidikan para petugasmelalui Sekolah Lapang PengendalianHama Terpadu (SLPHT).KESIMPULAN DAN SARANPenyakit layu bakteri yang disebabkanoleh R. solanacearum merupakan masalahutama dalam budi daya nilam. Seranganpenyakit ini dapat menurunkan produksisecara nyata sehingga menimbulkan kerugianyang besar pada petani. Hingga kinibelum ada teknologi yang tepat untukmengendalikan penyakit layu bakteri padanilam.Pengendalian penyakit layu bakterinilam dapat dilakukan dengan menanamvarietas toleran terhadap R. solanacearumyaitu Sidikalang, teknik budi daya (pupukanorganik dan organik, mulsa dan pergilirantanaman), agens hayati (P. fluorescensdan Bacillus sp.), pestisida nabati (minyakserai wangi), pestisida kimiawi (antibiotikAgrep), dan membatasi penyebaranbakteri patogen pada daerah yang belumterinfeksi bakteri patogen. Untuk mendapatkanvarietas tahan terhadap R.solanacearum dengan produksi tinggi,perlu dilakukan penelitian dan evaluasisecara berkelanjutan menggunakangenom-genom baru, mulai dari pengujianlaboratorium, rumah kaca sampai kelapangan.Untuk mengoptimalkan aplikasiteknologi pengendalian bakteri patogenperlu dilakukan transfer teknologi secaralangsung ke petani. Untuk memenuhi halini perlu ada pemberdayaan dan koordinasiberbagai pihak terkait, baik instansipemerintah, swasta maupun petani.Penerapan teknologi pengendalianpenyakit layu bakteri nilam secara terpadudiharapkan dapat mengatasi masalahpenyakit layu bakteri nilam serta meningkatkanproduksi. Hal ini selanjutnyaakan meningkatkan pendapatan dankesejahteraan petani.DAFTAR PUSTAKAArwiyanto, T. 1997. Pengendalian hayati penyakitlayu bakteri tembakau. Jurnal PerlindunganTanaman Indonesia 5(1): 54?60.Arwiyanto, T. 1998. Pengendalian secara HayatiPenyakit Layu Bakteri pada Tembakau.Laporan Riset Unggulan Terpadu IV (1996?1998). Kantor Menteri Negara Riset danTeknologi, Jakarta. 58 hlm.Arwiyanto, T. dan I. Hartana. 1999. Pengendalianhayati penyakit layu bakteri tembakau,Percobaan rumah kaca. Jurnal PerlindunganTanaman Indonesia 5(1): 50?59. Asman, A. 1996. Penyakit layu dan budok padatanaman nilam dan cara pengendaliannya.Proc. Seminar on Integrated Control onMain Disease of Industrial Crops. Bogor, 13?14 March 1996. Research Institute for Spiceand Medicinal Crops, Bogor. hlm. 284?290.Asman, A., M.A. Esther, dan D. Sitepu. 1998.Penyakit layu, budok dan penyakit lainnyaserta strategi pengendaliannya. MonografNilam, Balai Penelitian Tanaman Rempahdan Obat (5): 84?88.Asman, A., N. Natsir, A. Nurawan, dan D. Sitepu.1992. Penelitian penyakit nilam. LaporanHasil Penelitian Balai Penelitian TanamanRempah dan Obat, Bogor. 13 hlm.Asman, A., Nasrun, A. Nurawan, dan D. Sitepu.1993. Penelitian penyakit nilam. RisalahKongres Nasional XII dan Seminar IlmiahPFI, Yogyakarta 2: 903?911.Asman, A. dan D. Sitepu. 1994. PenelitianPenanggulangan Penyakit Nilam di DI Aceh.Laporan Kerjasama PT Pupuk IskandarMuda dan Balai Penelitian TanamanRempah dan Obat, Bogor. 19 hlm.Asnawi, R. dan M.P. Putra. 1990. Pengaruhbentuk torehan dan zat pengatur tumbuhterhadap pertumbuhan setek nilam (Pogostemoncablin Benth.). Buletin PenelitianTanaman Rempah dan Obat 5(1): 46?53.Aspiras, R.B. and A.R. de la.Cruz. 1985. Potentialbiological control of bacterial wilt in tomatoand potato with Bacillus polymyxa FU6 andPseudomonas fluorescens. p. 89?92. Proceedingsof an International WorkshopPCARRD, Los Banos, Philippines, 8?10October 1985.Badalucco, L. and P.J. Kulkman. 2001. Mineralizationand immobilization in therhizosphere. In R. Pinton, Z. Varanini, andP. Nannipieri (Eds.). The Rhizosphere,Biochemistry and Organic Substance at theSoil-Plant Interface. Marcel Dekker, Inc.New York-Basel. 411 pp.Campbell, R. 1989. Biological Control of MicrobialPlant Pathogens. Cambridge UniversityPress, Cambridge. 218 pp.Chrisnawati. 1999. Uji Daya Kendali MinyakSerai Wangi dan Komponennya terhadapPertumbuhan Fusarium oxysporum f. sp.vanilae secara in vitro. Tesis Program StudiHama dan Penyakit Tumbuhan ProgramPascasarjana Universitas Andalas, Padang.45 hlm.Chrisnawati dan H. Andraini. 2000. Studiefektivitas beberapa fraksi minyak serai wangiterhadap Fusarium oxysporum f.sp. lycopersicipenyebab penyakit layu fusarium tanamantomat. Laporan Penelitian Dosen Muda.Tahun 2000 (No. 104/P2IPT/DM/VI/1999).Fakultas Pertanian Universitas MahaputraMuhammad Yamin, Solok. 26 hlm.Chrisnawati. 2003. Studi efektivitas pestisidanabati sitronelal terhadap Fusarium oxysporumf.sp. lycopersici penyebab penyakit layufusarium tanaman tomat secara in planta.Laporan Penelitian Dosen Muda Tahun2002 (No. 149/LIT/BPPK-SDM/IV/2002).Fakultas Pertanian Universitas MahaputraMuhammad Yamin, Solok. 30 hlm.Chrisnawati. 2004. Studi Efikasi Formula PestisidaNabati Sitronelal terhadap Fusariumoxysporum f.sp. lycopersici Penyebab PenyakitLayu Fusarium Tomat secara in vitro.Laporan Penelitian Dosen Muda No. 304/P4T/DPPM/DM, SKW, SOSAG/III/2004).Fakultas Pertanian Universitas MahaputraMuhammad Yamin, Solok. 26 hlm.Chrisnawati, Nasrun, dan T. Arwiyanto. 2006.Pengendalian hayati penyakit layu bakterinilam menggunakan kombinasi bakteriPseudomonas fluorescens dan Bacillus sp.Laporan Penelitian Hibah Bersaing. FakultasPertanian Universitas Mahaputra MuhammadYamin, Solok. 68 hlm.Cook, R.J. and K.F. Baker. 1989. The Natureand Practice of Biological Control of PlantPathogens. APS Press, St. Paul, Minnessota.505 pp.Dai-Soo Kim, R.J. Cook, and D.M. Weller. 1997.Bacillus sp. L324-92 for biological controlof three root diseases of wheat grown withreduced tillage. Phytopathology 87: 551?558.Dhalimi, A., Angraeni, dan Hobir. 1998. Sejarahperkembangan budidaya nilam di Indonesia.Monograf Nilam, Balai Penelitian TanamanRempah dan Obat (5): 1?9.Denny, T.P. and A.C. Hayward. 2001. Ralstoniasolanacearum. In N.W. Schaad, J.B. Jones,and W. Chun (Eds.). Laboratory Guide forIdentification of Plant Pathogenic Bacteria.Third Edition. APS Press, St. Paul Minnessota.373 pp.Direktorat Jenderal Perkebunan. 2006. Nilam.Statistik Perkebunan Indonesia 2003?2005.Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta. 19hlm.Emmyzar, M. Djamal, dan M. Syakir. 1998.Kendala dan peluang pengembangan nilam.Monograf Nilam, Balai Penelitian TanamanRempah dan Obat (5): 65?69.Guenther, E. 1994. Minyak Atsiri. Jilid IVA.Universitas Indonesia Press, Jakarta. 407 hlm.Gunawan, O.S. 1995. Pengaruh mikroorganismeantagonis dalam mengendalikan bakteri layuPseudomonas solanacearum pada tanamankentang. Risalah Kongres Nasional danSeminar Ilmiah PFI XII, Mataram. hlm.473?479.Hayward, A.C. 1964. Characteristics of Pseudomonassolanacearum. J. Appl. Bacterial27(2): 265?277.Hayward, A.C. 1976. Systematic and relationshipof Pseudomonas solanacearum. p. 6?13.In L. Sequeira and A. Kelman (Eds.). Proc.First International Conference on BacterialWilt Disease Caused by Pseudomonassolanacearum. North Carolina.Hayward, A.C. 1994. Systematic and phylogenyof Pseudomonas solanacearum and relatedbacteria. p. 123?135. In A.C. Hayward andG.L. Hartman (Eds.). Bacterial Wilt. Thedisease and its causative agent, Pseudomonassolanacearum. CAB International.Hernani dan Risfaheri. 1989. Pengaruh perlakuanbahan sebelum penyulingan terhadaprendemen dan karakteristik minyak nilam.Pemberitaan Penelitian Tanaman IndustriXV(2): 54?61.Idris, H. dan Nasrun. 2000. Pemanfaatan mulsadaun kopi dan bakteri antagonis dalampengendalian penyakit layu bakteri jahe.Jurnal Stigma 8(4): 321?324.Keel, H.D.C. 2003. Regulation of antibioticproduction in root-colonizing Pseudomonasspp. and relevance for biological control ofplant disease. Ann. Rev. Phytopathol. 41:117?153.Kloepper, J.W. 1983. Effect of seed pierceinnoculation with plant growth-promotingrhizobacteria on population of Erwiniacarotovora on potato roots and daughterstubers. Phytopathology 73: 217?219.Landa, B.B., H.A.E. de Werd, B.B. McSpaddenGardener, and D.M. Weller. 2002. Comparisonof three methods for monitoring populationsof different genotypes of 2,4-diacethylphloroglucinol-producing Pseudomonasfluorescens in rhizosphere. Phytopatholgy92: 129?137.Mardiningsih, T.L., S.L. Triantoro, Tobing, andS. Rusli. 1995. Patchouli oil product as insectrepellent. Indust. Crops Res. J. 1(3): 152?158.Mehrotra, R.S. 1980. Plant Pathology. Tata Mc.Graw Hill Pub. Co. Ltd., New Delhi. 771 pp.Modjo, H.S. 1991. Usaha menjadikan pengendalianhayati terhadap patogen tumbuhansebagai tulang punggung pengendalian hamaterpadu. Makalah Seminar Dies NatalisFakultas Pertanian Universitas JenderalSoedirman Purwokerto. 20 hlm.Mulya, K., Supriadi, E.M. Ardhi, S. Rahayu, danN. Karyani. 2000. Potensi bakteri antagonisdalam menekan perkembangan penyakitlayu bakteri jahe. Jurnal Penelitian TanamanIndustri 6(2): 37?43.Mustika, I. 1996. Prospek pengendalian nematodaparasit tanaman secara hayati. Makalah padaKongres Nasional II dan Seminar IlmiahPerhimpunan Nematologi Indonesia. Jember,23?24 Juli 1996. Pusat Penelitian Kopi danKakao, Jember. 8 hlm.Mustika, I. and Y. Nuryani. 1993. Screening forresistance of four patchouli cultivars toRadopholus similis. J. Spice and MedicinalCrops 1(2): 11?17.Mustika, I. dan Y. Nuryani. 2006. Strategi pengendaliannematoda parasit pada tanamannilam. Jurnal Penelitian dan PengembanganPertanian 25(1): 7?15.Nasrun. 1996. Penggunaan Pseudomonas fluorescensdalam pengendalian penyakit layutanaman jahe. hlm. 160?165. Proc. Seminaron Integrated Control on Main Disease ofIndustrial Crops. Bogor, 13?14 March 1996 Research Institute for Spice and MedicinalCrops, Bogor.Nasrun, Y. Nuryani, Hobir, dan Repianyo. 2004a.Seleksi ketahanan varian nilam terhadappenyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum)secara in planta. Jurnal Stigma 12(4):471?473.Nasrun, Christanti, T. Arwiyanto, dan I. Mariska.2004b. Seleksi antagonistik Pseudomonasfluorescens terhadap Ralstonia solanacearumpenyebab penyakit layu bakteri nilam secarain vitro. Jurnal Stigma 12(2): 228?231.Nasrun. 2005. Studi Pengendalian Hayati PenyakitLayu Bakteri (Ralstonia solanacearum)Nilam dengan Pseudomonas fluorescens.Disertasi Doktor Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.Nasrun, Christanti, T. Arwiyanto, dan I. Mariska.2005. Pengendalian penyakit layu bakterinilam menggunakan Pseudomonas fluorescens.Jurnal Penelitian Tanaman Industri11(1): 19?24.Nurjanah, N. dan T. Marwati. 1998. Penangananbahan dan penyulingan minyak nilam.Monograf Nilam. Balai Penelitian TanamanRempah dan Obat (5): 108?115.Nuryani, Y. dan E. Hadipoentyanti. 1994.Karakterisasi dan evaluasi plasma nutfahtanaman atsiri. Review Hasil dan ProgramPenelitian Plasma Nutfah Pertanian. BadanPenelitian dan Pengembangan Pertanian,Jakarta. hlm. 209?219.Nuryani, Y., I. Mustika, dan C. Syukur. 2001.Kandungan fenol dan lignin tanaman hibridanilam (Pogostemon sp.) hasil fusi protoplas.Jurnal Penelitian Tanaman Industri 7(4):104?108.Nuryani, Y. dan Nasrun. 2004. TanggapanBeberapa Nomor Nilam terhadap PenyakitLayu Bakteri (Ralstonia solanacearum).Laporan Penelitian Balai Penelitian TanamanRempah dan Obat, Bogor.Nuryani, Y. 2005. Pelepasan varietas unggulnilam. Warta Penelitian dan PengembanganTanaman Industri 11(1): 1?3.Radhakrishan, S.K., Mathew, and J. Mathew.1997. Influence of shade intensities andvarietal reactions of patchouli (Pogostemonpatchouli) to bacterial wilt incited byRalstonia (Pseudomonas) solanacearumE.F. Smith. Bacterial Wilt Newsletter,Publication of the Australian Centre for InternationalAgricultural Research (2): 22?25.Robin, S.R.J. 1982. Selected marker for theessential oils of patchouli and vetiver.Tropical Product Institute, Ministry ofOverseas Development, Great Britain. 167:17?20.Rusli, S., Hobir, A. Hamid, A. Asman, S. Sufiani,dan M. Mansyur. 1993. Evaluasi HasilPenelitian Minyak Atsiri, Balai PenelitianTanaman Rempah dan Obat, Bogor. 15 hlm.Sait, S. 1991. Potensi Minyak Atsiri DaunIndonesia sebagai Sumber Bahan Obat.Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah PengembanganAtsiri di Sumatera, Bukittinggi.Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat,Bogor. hlm. 126?134.Sitepu, D. and A. Asman. 1989. Laporan penelitianpenyakit nilam di DI Aceh. Kerjasama PTPupuk Iskandar Muda (Persero) dan BalaiPenelitian Tanaman Rempah dan Obat. 20hlm.Sitepu, D. and S. Mogi. 1996. Practical strategyto control bacterial wilt disease of gingercrops. p. 173?180. Proc. Seminar onIntegrated Control on Main Diseases ofIndustrial Crops, Bogor, 13?14 March 1996.Research Institute for Spice and MedicinalCrops, Bogor.Sumardiyono, C., S.M. Widyastuti, and Y. Assi.2001. Pengimbasan ketahanan pisang terhadappenyakit layu Fusarium denganPseudomonas fluorescens. hlm. 257?259.Prosiding Kongres XVI dan Seminar NasionalPerhimpunan Fitopatologi Indonesia. Bogor,22?24 Agustus 2001.Sufiani, S. dan Hobir. 1998. Teknik produksi bibit.Monograf Nilam, Balai Penelitian TanamanRempah dan Obat 5: 40?46.Supriadi, J.G. Elphinstone, A. Robinson-Smith,and S.Y. Hartati. 1995. Physiological, serologicaland pathological variation amongstisolates by Pseudomonas solanacearumfrom ginger and other hosts in Indonesia.Jurnal Penelitian Tanaman Industri 1(2): 88?98.Supriadi, K. Mulya, and D. Sitepu. 2000. Strategyfor controlling wilt disease of ginger causedby Pseudomonas solanacearum. JurnalPenelitian dan Pengembangan Pertanian19(3): 106?111.Tasma, I.M. dan H. Moko. 1998. Pengaruh zattumbuh terhadap pertumbuhan dan hasilnilam. Pemberitaan Penelitian TanamanIndustri XIII(3?4): 72?82.Nasrun1 dan Yang Nuryani21Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Laing, Kotak Pos 1, Solok, Sumatera Barat2Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Jalan Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111
No comments:
Post a Comment